Kejagung Periksa Ahok Terkait Kasus Korupsi Pertamina Hari Ini

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal memeriksa mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hari ini, Kamis (13/3/2025). Ahok bakal diperiksa mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. 

“Rencananya begitu, sesuai agenda Kamis pukul 10.00 WIB,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Rabu 12 Maret 2025.

Sementara itu, mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama namalain Ahok menyatakan kesiapannya datang memenuhi panggilan interogator Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Ya besok hadir," kata Ahok saat dikonfirmasi, Rabu 12 Maret 2025 malam.

Diketahui, kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023 itu mencapai Rp193,7 triliun. 

Sebanyak sembilan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, terdiri dari enam pejabat anak perusahaan Pertamina dan tiga dari pihak swasta.

Dalam perkembangan penyidikannya, Kejagung  menemukan fakta-fakta baru, termasuk peran para tersangka dalam kasus korupsi ini.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan importasi minyak mentah RON 90 (Pertalite) dan kemudian dioplos menjadi RON 92 (Pertalite) dari 2018-2023. Selama lima tahun aktivitas impor itu telah terjadi sebanyak ribuan kali.

"Jadi hasil investigasi saya sudah sampaikan itu, Ron 90 alias di bawahnya itu, tadi kebenaran nan ada ditransaksi Ron 88 di-blendingdengan 92 dan dipasarkan seharga 92. Untuk nilai itu seharga dengan Ron 92," ujar Abdul Qohar saat konvensi pers Rabu malam, 26 Februari 2025.

Pertamina, kata Qohar, membeli minyak mentah jenis RON 92, tapi nan datang adalah BBM jenis RON 90 nan pada akhirnya dioplos menjadi BBM jenis Pertamax. Namun demikian, Kejagung tetap enggan membeberkan asal muasal minyak mentah itu diimpor dari mana.

"Itu banyak, saya enggak bisa satu persatu, lantaran itu ada ribuan kali (selama lima tahun)," kata Qohar.

Promosi 1

Kejagung Tegaskan Pertamina Telah Mengoplos BBM

Dalam kesempatan itu, Qohar membantah klaim pihak Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) nan menyebut pihaknya tidak mengoplos Pertamax. Qohar menegaskan, penyelidikan Kejagung justru menemukan bukti sebaliknya.

"Tetapi interogator menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 alias di bawahnya ya 88 di-blending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu," kata Qohar.

"Yang pasti kami interogator bekerja berasas perangkat bukti. Nah sebagaimana nan telah saya sampaikan tadi di dalam kebenaran hukumnya. Saya rasa itu jawabannya," tegas Qohar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan peran para tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan BBM oplosan ini.

Menurut Qohar, tersangka MK dan EJ atas persetujuan RS melakukan pembelian RON 90 alias lebih rendah dengan nilai RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan nilai tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.

Kemudian MK memerintahkan dan alias memberikan persetujuan kepada EJ untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik MKAR dan RJ alias nan dijual dengan nilai RON 92.

"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan kor upaya PT Pertamina Patra Niaga," kata Qohar.

Tersangka MK dan EJ kemudian melakukan pembayaran impor produk kilang nan semestinya dapat menggunakan metode term alias pemilihan langsung dalam waktu jangka panjang, sehingga diperoleh nilai nan wajar.

"Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot alias penunjukan langsung nilai nan bertindak saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan nilai nan tinggi kepada mitra usaha," kata Qohar.

Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun

Selanjutnya, MK dan EC mengetahui dan menyetujui adanya markup kontrak shipping alias pengiriman nan dilakukan oleh JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan feesebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum. Dan, fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.

"Akibat perbuatan tersangka MK dan tersangka EC bersama-sama dengan tersangka RS, tersangka SDS tersangkaJF, tersangka AP, tersangka MKAR, tersangka DW, tersangka GRJ mengakibatkan kerugian finansial negara sebesar Rp193,7 triliun nan berasal dari komponen sebagaimana nan telah disebutkan beberapa waktu nan lampau itu ada lima komponen ya, saya rasa teman-teman tetap ingat itu," tuturnya.

Diketahui, lima komponen itu yakni, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui agen sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui agen sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.

Qohar menyatakan perbuatan para tersangka juga bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN nomor per-15/MBU/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri BUMN nomor per-05/MBU/2008 tentang pedoman umum penyelenggaraan pengadaan peralatan dan jasa badan upaya milik negara. Kemudian bertentangan dengan TKO nomor B03-006/PNC 400000/2022-S9 tanggal 5 Agustus 2022 perihal perencanaan material balancedan penjadwalan impor produk bahan bakar minyak.

"Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1 alias pasal 3 juncto pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar Qohar.

Selengkapnya