Kasus Tata Kelola Minyak, Kementerian Esdm Siap Lakukan Perbaikan Ini

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, leopardtricks.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka bunyi perihal kasus nan saat ini tetap didalami oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

Kasus tersebut perihal dugaan tindak pidana korupsi mengenai tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Penetapan tersebut dilakukan setelah interogator dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap sedikitnya 96 saksi dan dua orang ahli.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan pemerintah sendiri berupaya untuk memaksimalkan produksi minyak dalam negeri untuk bisa diolah dan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.

"Kita coba maksimumkan untuk semua produksi dalam negeri, dan pengarahan dari Pak Menteri semaksimal mungkin diolah dalam negeri, untuk diolah di kilang dalam negeri," jelas Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Di samping itu, Dadan menyebut sejatinya patokan nan bertindak saat ini adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2021.

Peraturan itu sendiri merupakan pembaruan dari patokan nan sebelumnya ialah Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

"Sudah ada pembaruan. Memang kata wajibnya tidak ada, tapi itu diartikannya bukan berfaedah tidak wajib, kan ada proses kudu ditawarkan dan itu juga sudah ditawarkan, semua diikuti di situ," papar Dadan.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, dari proses penyidikan, selain pemeriksaan saksi dan ahli, Tim Penyidik telah mempunyai adanya perangkat bukti cukup berupa penyitaan terhadap 969 arsip dan 45 peralatan bukti elektronik.

Berdasarkan perangkat bukti permulaan nan cukup, Tim Penyidik menetapkan 7 orang Tersangka ialah sebagai berikut:

1. RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

2. SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional.

3. YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

4. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

5. MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

"Setelah dilakukan pemeriksaan Kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 hari ke depan," ungkap Harli.

Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu:

  • Dalam periode 2018 s.d. 2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri semestinya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi nan berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
  • Namun berasas kebenaran penyidikan, Tersangka RS, Tersangka SDS, dan TersangkaAP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) nan dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor;
  • Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan kebenaran sebagai berikut:
  • Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal nilai nan ditawarkan tetap masuk range nilai HPS;
  • Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan argumen spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara tetap sesuai kualitas kilang dan dapat diolah.dihilangkan kadar merkuri alias sulfurnya.
  • Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan beragam alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor);
  • Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
  • Untuk aktivitas pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh kebenaran adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara Penyelenggara Negara (Tersangka SDS, Tersangka AP, Tersangka RS, dan Tersangka YF) bersama DMUT/Broker (Tersangka MK, Tersangka DW, dan Tersangka GRJ)sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan nilai nan sudah diatur nan bermaksud mendapatkan untung secara melawan norma dan merugikan finansial negara;
  • Pemufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan langkah pengkondisian pemenangan DMUT/Broker nan telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan nilai tinggi (Spot) nan tidak memenuhi persyaratan dengan cara:
  • Tersangka RS, Tersangka SDS dan Tersangka AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum;
  • Tersangka DM dan Tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan Tersangka AP untuk dapat memperoleh nilai tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk impor produk kilang.
  • Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 alias lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan perihal tersebut tidak diperbolehkan;
  • Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh kebenaran adanya mark up perjanjian shipping (pengiriman) nan dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% s.d. 15% secara melawan norma sehingga Tersangka MKAR mendapatkan untung dari transaksi tersebut;
  • Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri kebanyakan diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen nilai dasar nan dijadikan referensi untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN;
  • Akibat adanya beberapa perbuatan melawan norma tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, nan berasal dari komponen sebagai berikut:
  • Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
  • Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
  • Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
  • Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
  • Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

"Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) alias Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," paparnya.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi Sosial & Lingkungan, PTBA Raih Dua Proper Emas 2024

Selengkapnya