Asosiasi Petani Tembakau: Ada Upaya Intervensi Asing Dalam Kebijakan Pemerintah

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
 Ada Upaya Intervensi Asing dalam Kebijakan Pemerintah Petani memanen tembakau di Cikoneng, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (16/2/2025)(ANTARA/RAISAN AL FARISI)

KEBIJAKAN Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dinilai bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto nan menekankan pentingnya kedaulatan nasional tanpa kombinasi tangan asing. 

Hal ini berangkaian dengan Rancangan Permenkes nan mengangkat agenda asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) nan disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Organisasi supra-nasional ini, dengan keluarnya Amerika Serikat, disinyalir dikendalikan oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja.

Dalam pidato politik di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Presiden Prabowo menegaskan agar Indonesia berdiri di atas kaki sendiri. Pernyataan keras ini menegaskan sikap pemerintahannya nan tidak bakal disetir oleh pihak asing.

Presiden Prabowo meminta agar Pemerintah Indonesia tidak mudah terhasut oleh kepentingan asing nan justru bisa memecah belah Indonesia. 

"Kita bakal wujudkan cita-cita Bung Karno berdiri di atas kaki kita sendiri, kita tidak bakal minta-minta. Kita bakal bangkit dengan kekuatan kita sendiri, saudara-saudara sekalian," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (24/2).

Pernyataan tentang intervensi pihak asing ini pun sesuai dengan keresahan para petani Indonesia. Dalam kesempatan nan sama, Presiden Prabowo juga menyoroti nasib mereka. Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnadi Mudi, mengatakan terdapat intervensi asing nan bermaksud mengacak-acak keberlangsungan pertanian tembakau nasional.

Keluhan itu muncul akibat langkah Kemenkes nan secara tidak langsung mengangkat pasal-pasal FCTC dalam Rancangan Permenkes, seperti munculnya wacana penyeragaman bungkusan rokok tanpa identitas merek. Padahal, Indonesia sama sekali tidak meratifikasi patokan asing tersebut. 

"Indonesia sebagai negara berdaulat dan mandiri, semestinya tidak perlu mengikuti patokan dan kombinasi tangan asing dalam mengelola komoditas andalannya," kata Mudi.

Menurutnya, niatan kelompok-kelompok tertentu seperti LSM anti-tembakau nan terus mendorong Indonesia untuk meratifikasi FCTC tidak sesuai dengan kondisi ekosistem pertembakauan nasional, di mana sektor ini telah menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 6 juta tenaga kerja, mulai dari hulu sampai hilir. Industri tembakau merupakan industri prioritas padat karya nan menggerakan ekonomi nasional serta melibatkan beragam unsur mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

Mudi berambisi Presiden Prabowo dapat memandang dan menyadari dorongan ratifikasi FCTC nan diadopsi melalui beragam patokan nan restriktif di Rancangan Permenkes. Aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem pertembakauan di dalam negeri. 

Pemerintah diminta untuk menolak semua corak aktivitas dan persekongkolan dari mana pun nan berupaya menghancurkan kedaulatan negara, termasuk rencana penyeragaman kemasana rokok tanpa identitas merek. Lebih lagi, dalam pidato politik Prabowo menyinggung tentang kesejahteraan petani nan kudu dijaga harkat dan martabatnya.

"Patut diingat, tembakau sebagai komoditas mempunyai sejarah panjang serta dapat menggerakan perekonomian sesuai dengan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo nan mau mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, meningkatkan lapangan kerja nan berkualitas, mendorong kewirausahaan untuk pemerataan ekonomi, pemberantasan kemiskinan," ungkapnya.

Mudi menegaskan, sektor pertembakauan telah menjadi mata pencaharian bagi 2,5 juta petani dan merupakan satu-satunya tanaman jagoan di musim kemarau. Tembakau bukan hanya menyerap tenaga kerja, namun juga menggerakkan perekonomian wilayah hingga nasional.

"Kami berambisi pengambil kebijakan kudu betul-betul berhati-hati dalam menyusun sebuah aturan. Jangan sampai peraturan nan dilahirkan justru membunuh sumber penghidupan petani nan berujung pada pelemahan ekoomi dan pertambahan nomor pengangguran," tutupnya. (H-2)

Selengkapnya