ARTICLE AD BOX

DIVISI Propam Polri mengagendakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Sidang etik untuk pemberian hukuman atas tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba.
"Selanjutnya, Div Propam Polri bakal melaksanakan sidang kode etik terhadap terduga pelanggar direncanakan hari Senin tanggal 17 Maret 2025," kata Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam konvensi pers di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3).
"Dan hari ini statusnya adalah sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri," ujar Agus.
Wijayanto menegaskan Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menegaskan bahwa tidak pandang bulu dalam menegakkan norma dan tidak menoleransi segala corak pelanggaran. Khususnya nan menciderai kehormatan dan nilai-nilai lembaga Polri.
Ia menuturkan, Div propam Polri telah menangkap AKBP Fajar sejak 24 Februari. Sehingga, kata dia, total sudah tiga minggu Div Propam Polri menangani kasus nan melibatkan personil tersebut.
"Karena ini menyangkut anak, sehingga kita kudu betul-betul mendasari ketentuan nan berlaku, jangan menambah persoalan baru lagi," ungkap jenderal polisi bintang satu itu.
Dalam pengamanan itu, Agus menyebut pihaknya terlebih dulu mengetes urine Fajar. Kemudian, diketahui positif mengonsumsi narkoba. Fajar langsung dikenakan penempatan unik (patsus) alias ditahan.
Setelah melakukan pemeriksaan intensif, Divpropam Polri melaksanakan gelar perkara. Kemudian, menyimpulkan bahwa kasus AKBP Fajar adalah pelanggaran kategori berat.
"Sehingga pasal nan disampaikan Pak Karopenmas (Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko) tadi adalah pasal nan berlapis dengan kategori berat dan kita juncto kan PP 1/2003 tentang pemberhentian personil Polri," pungkas Agus.
AKBP Fajar melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan melakukan perzinahan tanpa ikatan nan sah. Kemudian, mengonsumsi narkoba, menyebarkan video pornografi terhadap anak di bawah umur ke internet.
Pelecehan seksual itu dilakukan terhadap empat orang. Yakni anak usia 6, 13 dan 16 tahun. Lalu, korban dewasa berumur 20 tahun berinisial SHDR. (P-4)