Pertamina Sebut Hormati Proses Hukum Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Pertamina Sebut Hormati Proses Hukum Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Gedung Pertamina.(Dok. Antara)

VICE president (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan, pihaknya menghormati  proses norma nan ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) perihal korupsi tata kelola minyak mentah.

Kasus ini menyeret kepala utama (dirut) anak perusahaan Pertamina, ialah Direktur Utama (Direktur) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.

"Pertamina menghormati Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugas serta kewenangannya dalam proses norma nan tengah berjalan," ujar Fadjar dalam keterangan resmi, Selasa (25/2).

Pertamina, ungkapnya, siap bekerja sama dengan abdi negara berkuasa dan berambisi proses norma dapat melangkah lancar dengan tetap mengedepankan asas norma prasangka tak bersalah.

Fadjar menambahkan pihaknya tetap bakal menjalankan upaya dengan berpegang pada prinsip tata kelola nan baik alias good corporate governance (GCG), serta peraturan berlaku.

Pada Senin (24/2) malam, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak dan produk pada PT Pertamina, sub holding, kontraktor perjanjian kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

Selain Riva dan Yoki, pejabat Pertamina lainnya nan terseret dalam kasus tersebut adalah Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, kemudian Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.

Sementara, dari pihak swasta adalah MKAN sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, YRJ sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera dan DW sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.

Berdasarkan keterangan Kejagung, Riva, Sani Sinar dan Agus diduga melakukan pengondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH), sehingga produksi minyak bumi diandalkan lewat impor. Bukan dari dalam negeri. Hal ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun.

Para pejabat Pertamina itu diduga sengaja menolak hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh KKKS dengan dalih tidak memenuhi nilai ekonomis. Padahal harganya tetap sesuai nilai perkiraan sendiri (HPS). (H-3)

Selengkapnya