ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Kekerasan nan selama ini melanda wilayah utara Kolombia sekarang telah mencapai kota besar Cúcuta, menyebabkan kepanikan massal dan memaksa pemerintah kota memberlakukan jam malam selama 48 jam.
Serangan bersenjata oleh golongan gerilya National Liberation Army (ELN) terhadap instansi polisi dan akomodasi umum menandai eskalasi terbesar dalam bentrok bersenjata di negara itu sejak tahun 1990-an, mengingatkan penduduk bakal era kelam Pablo Escobar.
"Situasinya sangat menegangkan. Polisi dan tentara ada di setiap perspektif jalan, dan semua orang ketakutan. Kami bertanya-tanya, di mana mereka bakal meledakkan peledak berikutnya?" ujar Beatriz Carvajal, seorang pembimbing berumur 50 tahun di Cúcuta, dilansir The Guardian, Senin (24/2/2025).
Sejak pertengahan Januari, kekerasan telah menewaskan setidaknya 80 orang dan memaksa 50.000 penduduk mengungsi di wilayah Catatumbo, wilayah nan menjadi titik awal pertempuran antara ELN dan golongan pemberontak FARC nan telah bubar.
Namun, sekarang bentrok telah merembet ke kota-kota besar, termasuk Cúcuta, nan berbatasan langsung dengan Venezuela dan menjadi pusat aktivitas ilegal, termasuk perdagangan kokain dan penyelundupan.
Wali Kota Cúcuta, Jorge Acevedo, mengumumkan jam malam setelah serangkaian serangan terkoordinasi nan melibatkan senapan serbu, granat, dan peledak mobil.
"Kami tidak bisa membiarkan tindakan terorisme ini menahan Cúcuta. Ini adalah tentang melindungi penduduk dan mengembalikan ketertiban," tegasnya.
Enam orang terluka dalam baku tembak antara tentara Kolombia dan puluhan personil ELN, nan berupaya menunjukkan kekuatan mereka di kota berpenduduk satu juta jiwa tersebut. Serangan itu juga membikin sekolah dan upaya terpaksa ditutup, dengan jalanan nan berubah menjadi kota hantu.
Beberapa laporan menyebut rumah sakit sekarang kewalahan menangani korban, sementara penduduk di pengungsian menghadapi kondisi sanitasi nan buruk, dengan munculnya jangkitan parasit di beberapa kamp pengungsi.
"Kekerasan terjadi tanpa henti, dan krisis kemanusiaan telah mencapai tingkat nan mengkhawatirkan. Rumah sakit kekurangan obat dan peralatan medis," ungkap Mónica Hoyos, kepala program Project Hope di Kolombia.
Situasi ini menjadi pukulan telak bagi Presiden Gustavo Petro, nan sejak menjabat berupaya mendamaikan golongan bersenjata melalui dialog. Namun, gelombang kekerasan terbaru menunjukkan bahwa pendekatan ini kandas total.
Pemerintah Kolombia sebelumnya telah menandatangani perjanjian tenteram berhistoris dengan FARC pada tahun 2016, nan semestinya mengakhiri perang selama enam dasawarsa dan menewaskan 450.000 orang.
Namun, kenyataannya kelompok-kelompok bersenjata baru bermunculan untuk mengisi kekosongan kekuasaan, dengan jumlah fraksi bersenjata meningkat dari 141 golongan pada 2022 menjadi 184 pada 2024, menurut Ombudsman Hak Asasi Manusia Kolombia.
Petro awalnya berambisi bisa mencapai perdamaian dengan bermusyawarah dengan semua faksi utama, tetapi justru perang antar golongan semakin meluas. Bahkan, pada pekan ini, ELN dilaporkan telah menempatkan ribuan penduduk di wilayah pesisir Pasifik, Chocó, dalam kondisi lockdown paksa, menambah daftar krisis nan kudu dihadapi pemerintah.
Selain itu, bentrok juga meletus di rimba hujan Amazon, di sisi lain negara tersebut, menewaskan 20 orang dalam pertempuran antara faksi-faksi bersenjata.
Salah satu aspek utama nan memicu kekerasan ini adalah posisi strategis Cúcuta di perbatasan Kolombia-Venezuela. Kota ini telah lama menjadi pusat aktivitas kriminal, dengan sekitar 25 golongan bersenjata nan berebut kendali atas perdagangan narkoba, penyelundupan, dan upaya terlarangan lainnya.
Ketidakstabilan di Venezuela juga memperburuk situasi, lantaran banyak golongan pidana lintas pemisah nan bergerak bebas antara kedua negara, menciptakan area tanpa norma di sepanjang perbatasan.
Dalam beberapa bulan terakhir, peningkatan kekerasan juga menyebabkan lebih banyak penduduk mengungsi dibandingkan dengan keseluruhan tahun 2024, menurut info terbaru organisasi kemanusiaan. Sebanyak 122.000 orang di Kolombia bagian utara sekarang sangat memerlukan support darurat, termasuk air bersih dan jasa kesehatan.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Israel Tunda Pembebasan Ratusan Sandera ke-7
Next Article Perang Saudara Tetangga RI, Pemberontak Menggila-Militer Babak Belur