Kejar Ketertinggalan, Daerah 3t Butuhkan Dukungan Penyelenggaraan Pendidikan

Sedang Trending 21 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Kejar Ketertinggalan, Daerah 3T Butuhkan Dukungan Penyelenggaraan Pendidikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijaya, saat memimpin rapat kerja Komisi X dengan Kemendikdasmen di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/3/2025).(Dok. DPR RI)

WAKIL Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijaya, mengatakan wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) selama ini memerlukan support dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurutnya, pemerintah perlu menyusun izin unik untuk menangani anak nan tidak sekolah dan anak nan rentan putus sekolah. Termasuk, dengan memberikan program pendidikan pengganti melalui pusat aktivitas belajar masyarakat.

“Betapa teganya kita sama daerah 3T ini. Saya beri contoh, Sumba Barat Daya punya APBD Rp1,1 triliun dan untuk pendidikan Rp660 miliar, 58 persen lebih itu untuk pendidikan. (Kabupaten) Seram bagian Barat, 50 persen APBD untuk pendidikan. (Kabupaten) Manggarai Timur 49,5 persen (APBD untuk pendidikan). Kita bisa bayangkan anggaran (APBD) seperti Nias Barat hanya Rp782 miliar dan nyaris 50 persen (APBD) untuk pendidikan sebesar Rp362 miliar. Artinya apakah iya variabel dan indikatornya kudu sama,” ujarnya dalam rapat kerja Komisi X dengan Kemendikdasmen di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/3).

“Tidak mungkin mereka mengejar ketertinggalan. 50 persen anggaran mereka untuk pendidikan dengan pagu nan sedemikian kecil. Sementara DAK bentuk mereka semakin kecil. Ini semakin jelas memperlihatkan ada nan kudu diperbaiki dalam bumi pendidikan kita untuk mengejar ketertinggalan bagi wilayah 3T. Tidak mungkin kita bisa mendekatkan jika seperti ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Yudistira Nugroho mengatakan bahwa salah satu tantangan terberat dalam penyelenggaraan pendidikan di wilayah 3T adalah nomor putus sekolah nan cukup tinggi, terutama di tingkat SD dan SMK.

“Ada beberapa aspek penyebab nomor putus sekolah termasuk hambatan ekonomi, keterbatasan akses, serta aspek sosial budaya,” ungkapnya.

Data Pusdatin tahun aliran 2024/2025 menunjukkan ragam nomor putus sekolah di setiap jenjang pendidikan, di mana aspek penyebabnya berbeda untuk masing-masing jenjang.

“Di tingkat SD kita lihat aspek ekonomi dan akses family dalam mendapatkan pendidikan menjadi aspek utama. Di tingkat SMP dan SMA disebabkan masalah sosial dan kurangnya motivasi siswa menjadi tantangannya. Oleh lantaran itu dibutuhkan kebijakan nan spesifik untuk menekan nomor putus sekolah di setiap jenjang. Kemudian untuk nomor putus sekolah di wilayah 3T lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional,” ujar Yudistira. (P-4)

Selengkapnya