ARTICLE AD BOX
Jakarta, leopardtricks.com - Kondisi deflasi beruntun nan terjadi di Indonesia pada awal tahun ini. Banyak nan menduga ini terjadi seiring dengan munculnya persoalan pemutusan hubungan kerja alias PHK nan makin marak, dan daya beli masyarakat nan melemah.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi itu tidak bisa menjadi gambaran Indonesia sedang dalam situasi nan menuju krisis. Ia bilang Indonesia saat ini tetap dalam situasi normal, karena deflasi terjadi lantaran upaya menurunkan harga-harga nan diatur pemerintah, bukan lantaran daya beli masyarakat melorot.
Sebagaimana diketahui, deflasi di Indonesia nan terjadi secara beruntun pada awal 2025, ialah 0,76% secara bulanan pada Januari, dan 0,48% pada Februari 2025 berasas catatan BPS. Sedangkan deflasi tahunan pada Februari 2025 sebesar 0,09%, setelah 25 tahun terakhir tak pernah ada catatan deflasi tahunan lantaran terakhir pada Maret 2000 sebesar 1,10%.
"Jadi jika deflasi itu lantaran administered prices nan turun, bukan krisis. Ya bukan krisis kan lantaran memang didesain turun," kata Sri Mulyani saat konvensi pers APBN di kantornya, Jakarta, dikutip Jumat (14/3/2025).
Sri Mulyani bilang, kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai barang-barang nan diatur pemerintah alias administered prices itu di antaranya potongan nilai tarif listrik selama 2 bulan pada awal tahun ini, potongan nilai pajak untuk tiket pesawat, hingga potongan nilai tarif tol.
Ia pun menyatakan sebetulnya keahlian industri manufaktur juga tetap kuat, meskipun banyak pabrik nan tumbang dan melakukan PHK terhadap karyawannya, seperti di antaranya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex.
Sri Mulyani menjelaskan, sepanjang 2024 apalagi industri manufaktur nan bergerak di bagian tekstil dan produk tekstil (TPT) tetap mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,3%. Angka ini naik dibandingkan pada 2023 nan minus 2%.
"TPT nan walaupun lantaran terjadinya buletin terhadap satu perusahaan mengalami kebangkrutan, tapi TPT kita tumbuh 4,3% di 2024 dibandingkan tahun sebelumnya nan negatif 2%," kata Sri Mulyani.
Begitu pula dengan industri dasar kaki, Sri Mulyani mengatakan, angkanya tetap tumbuh 6,8%, lebih tinggi dibanding 2023 nan minus 0,3%. "Artinya hingga akhir 2024 industri manufaktur kita baik nan labor intensive seperti TPT dan dasar kaki, terutama industri kimia, elektronik, logam dasar mengalami kenaikan including makanan dan minuman," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, keahlian tersebut juga berkontribusi pada Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur RI Februari 2025 nan masuk ke kategori ekspansi lantaran di level 53,6.
"Outputnya positif (54,4), total permintaan positif 54,8, total tenaga kerja 53, stok peralatan jadi 51,7, dan stok input produksi 54,1. Kalau punya input berfaedah dia mau memproduksi, ini perihal nan sangat bagus," kata dia.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Setoran Pajak Dari Sektor Industri Anjlok, Gara-Gara Coretax?
Next Article DPR Soroti Penerimaan Pajak nan Loyo di 2024