ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta Polri memastikan investigasi kasus publikasi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) tiruan di pagar laut Tangerang tidak bakal berakhir dengan menetapkan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip.
Polri juga bakal mengembangkan dugaan keterlibatan dari oknum Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Itu nan sementara ini kami kembangkan. Seperti kita sampaikan kepada rekan-rekan beberapa kali saat penyidikan, kami menyidik secara ahli dari ujungnya," ujar Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan Selasa (25/2/2025).
Menurut Djuhandhani, penetapan dan penahanan terhadap Arsin baru merupakan langkah awal saja, sehingga bakal terus berkembang dari kasus pemalsuan ratusan sertifikat itu. Dia juga mengatakan proses investigasi ini juga kudu melangkah secara berurutan.
"Kan ini prosesnya juga panjang, proses nan dilakukan oleh tersangka sampai dengan munculnya SHGB ini kan panjang. Step by step kami berambisi kita bisa melaksanakan penyidikan, sehingga apa nan kita laksanakan investigasi betul-betul semuanya bisa kita terjangkau oleh hukum," ujar Djuhandani.
Dalam kasus pemalsuan sertifikat itu, Arsin dibantu anak buahnya, Ujang Karta, nan merupakan Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod. Mereka menggunakan surat tiruan berupa girik, surat pernyataan penguasaan bentuk bagian tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari penduduk Desa Kohod, dan arsip lain nan dibuat oleh Kades Kohod dan Sekdes Kohod sejak Desember 2023 sampai dengan November 2024.
Penerbitan 263 SHGB itu juga diperbantukan oleh SP dan CE nan merupakan penerima kuasa.
Atas perbuatannya, mereka ditetapkan menjadi tersangka dan baru dilakukan penahanan pada Senin (24/2) kemarin.
Djuhandhani meyakini tetap adanya peralatan bukti nan bakal ditemukan untuk mengembangkan perkara tersebut.
"Dan nan ketiga, kita takutnya mengulangi perbuatannya dengan beragam kewenangan nan dia miliki. Itu argumen kami. Dan kami percaya dengan penanganan ini kami tetap profesional, tetap memandang secara penyidikan, secara tuntas, dan secara profesional," tuturnya.
Kepala dan Sekretaris Desa Kohod ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan arsip untuk membikin sertifikat kewenangan guna gedung dan kewenangan milik di kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Nusron Wahid Pecat 8 Pegawai ATR Kasus Pagar Laut Tangerang
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memecat delapan pegawainya. Sanksi ini diberikan mengenai alias buntut pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Menurutnya, hukuman berat pemecatan ini diberikan kepada delapan orang itu lantaran apa nan dilakukan mereka tetap dalam produk tata upaya negara ialah publikasi sertifikat.
"Karena produknya itu adalah produk tata upaya negara, katun, keputusan tata upaya negara maka sanksinya adalah hukuman manajemen negara ialah adalah masalah dicopot dan sebagainya," kata Nusron Wahid kepada wartawan usai rapat berbareng dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Meski begitu, perkara ini bisa saja masuk ke dalam ranah pidana. Jika memang ditemukan alias menyajikan arsip tiruan dalam publikasi sertifikat.
"Kecuali jika di situ ada unsur-unsur mens rea, misal, dia nan berkepentingan terima suap, terima sogokan alias apa, itu baru masuk pidana. Tapi tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen nan disajikan oleh pihak-pihak pemohon itu adalah dokumen-dokumen nan tidak benar," tegasnya.
"Misal arsip tiruan alias arsip apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah kemalsuan dokumen," sambungnya.
Jika memang masuk ke dalam ranah pidana, alias adanya dugaan suap, kader Partai Golongan Karya (Golkar) ini memastikan, abdi negara penegak norma seperti kepolisian dan kejaksaan sudah siap bekerja.
"Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu jika di internal kita. Tapi jika masalah suap dan tindak pidana nan lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian," ucapnya.
"Itu kewenangan APH bisa di polisi, bisa di Kejaksaan dan mereka APH ini sudah on going, jalan, sudah melangkah untuk proses sampai ke sana," pungkasnya.
Delapan pegawai ATR/BPN tersebut di antaranya berinisial JS, SH, ET, WS,YS, NS, LM, dan KA. Nusron pun menjabarkan kedudukan dari delapan pegawai tersebut.
"Kami hanya sebut inisial. nan pertama adalah JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang pada masa itu. Kemudian SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran. Kemudian ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pementaan," ujar Nurson.
"Kemudian WS, Ketua Panitia A. Kemudian YS, Ketua Panitia A. Kemudian NS, Panitia A. Kemudian LM, Ex-Kepala Survei dan Pementaan setelah ET. Kemudian KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran," sambung dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com