ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertempuran terbaru terjadi di Timur Tengah. Ini melibatkan "perang saudara" di Suriah, nan terjadi sejak Kamis pekan lalu.
Dilaporkan gimana 1.000 lebih penduduk sipil tewas dalam kekerasan terburuk pasca penggulingan rezim Bashar al-Assad. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan kebanyakan dari 1.068 penduduk sipil nan tewas merupakan golongan Siah, Awalite, nan memang dikenal sebagai kampung family Assad.
Kekerasan ini sendiri sebenarnya terjadi sejak Kamis. Ini dipicu operasi militer guna mencari sisa rezim Assad, nan berujung ke bentrok mematikan antara pasukan keamanan dan orang-orang bersenjata Alawite. Disebutkan muncul gambar-gambar di media sosial nan menunjukkan pasukan keamanan Suriah di atas truk pikap dan truk melaju melewati asap hitam tebal nan mengepul di jalan dalam perjalanan mereka menuju kota Jableh, antara Latakia dan Tartus.
Dalam pembaruan AFP, Selasa (11/3/2025), seorang penduduk nan enggan namanya disebut menyebut kejadian itu adalah pembantaian. Ia menangis menyebut teror telah terjadi.
"Lebih dari 50 orang dari family dan kawan saya telah terbunuh. Mereka mengumpulkan mayat-mayat dengan buldoser dan menguburnya di kuburan massal," katanya.
Sementara itu, pemerintah baru Suriah pun mengumumkan disetopnya operasi. Ini ditegaskan ahli bicara kementerian pertahanan Hassan Abdul Ghani.
"Mengakhiri operasi militer besar-besaran mereka terhadap ancaman keamanan dan sisa-sisa rezim di provinsi Latakia dan Tartus di pantai Mediterania," kutip laman itu memuat keterangan Ghani.
Pengumuman itu muncul setelah Presiden sementara Ahmed al-Sharaa, nan golongan Islamisnya memimpin serangan nan menggulingkan Assad pada tanggal 8 Desember, mengatakan negara itu tidak bakal ditarik kembali ke dalam pertikaian sipil. Sharaa sendiri sebelumnya berasal dari golongan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), nan berakar pada bagian jaringan jihad Al-Qaeda di Suriah.
"Suriah... tidak bakal membiarkan kekuatan asing alias pihak domestik menyeretnya ke dalam kekacauan alias perang saudara," kata Sharaa dalam sebuah pidato.
Ia pun berjanji untuk meminta pertanggungjawaban, dengan tegas dan tanpa keringanan, siapa pun nan terlibat dalam pertumpahan darah penduduk sipil alias nan melampaui pemisah kekuasaan negara. Selain penduduk sipil, pertempuran tersebut telah menewaskan 231 personel keamanan dan 250 pejuang pro-Assad.
Kelompok Kristen Jadi Korban
Si sisi lain, golongan Kristen Suriah juga mengatakan gimana mereka menjadi korban. Setidaknya ada tujuh warga nan tewas dalam bentrokan.
"Kita semua adalah korban, dari semua sekte," kata Michel Khoury, 42, seorang pengacara Kristen di Latakia.
"Kita semua berada di kapal nan tenggelam, dan tidak seorang pun bakal melindungi kita selain diri kita sendiri."
Kepresidenan Suriah sendiri telah mengumumkan pembentukan "komite independen" untuk "menyelidiki pelanggaran terhadap penduduk sipil dan mengidentifikasi mereka nan bertanggung jawab". Amnesty International mengatakan Senin bahwa pihak berkuasa juga kudu "memberikan akses kepada penyelidik nasional dan internasional nan independen ke Suriah sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan pencarian kebenaran mereka sendiri".
Iran dan Turki
Pakar Suriah mengatakan bahwa peristiwa nan terjadi di kota-kota Alawite memberi pesan bahwa pemerintahan baru tak betul-betul memegang kendali. Kekerasan bakal menghalang upaya konsolidasi Shaara.
Tetangga Suriah, Iran, pendukung utama Assad, dituding terlibat dalam kekerasan terbaru ini. Meski demikian, Teheran menyebut "tuduhan nan sama sekali tidak masuk akal".
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, berjanji untuk terus memberikan segala corak support bagi tetangga kita Suriah untuk pulih. Turki sendiri kontra rezim Assad dan kerap disebut membantu pemberontak kala Assad tetap berkuasa.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Bentrokan Maut di Suriah, Lebih Dari 1000 Orang Tewas
Next Article Siapa Hayat Tahrir al-Sham, Nekat Kobarkan Perang Baru di Arab?