ARTICLE AD BOX

SEJAK 1990-an, master meresepkan obat metformin untuk mengobati diabetes jenis 2, tetapi para intelektual belum sepenuhnya memahami langkah kerjanya.
Kini, penelitian baru mengisi salah satu bagian dari teka-teki tersebut: Metformin memicu tubuh untuk mengeluarkan glukosa dari aliran darah ke dalam usus. Di mana kuman menggunakan karbohidrat tersebut untuk menghasilkan senyawa nan dapat membantu mengontrol kadar gula darah.
Dalam studi baru nan diterbitkan pada 3 Maret di jurnal Communications Medicine, para peneliti menghitung pengobatan dengan metformin meningkatkan jumlah glukosa nan dilepaskan ke dalam usus nyaris empat kali lipat. Hal ini tampaknya meningkatkan produksi senyawa lemak nan membantu melindungi usus dan mengurangi peradangan.
Berbagai Mekanisme Kerja
Sebagian besar penelitian sebelumnya berfokus pada pengaruh metformin di hati, di mana obat ini meningkatkan respons sel terhadap insulin dan menghalang sintesis glukosa. Namun, beberapa penelitian menunjukkan obat ini juga bekerja di usus, mungkin dengan menghalang penyerapan glukosa ke dalam aliran darah.
"Banyak orang sedang meneliti gimana metformin bekerja di usus, lantaran ketika diminum secara oral, usus bakal terpapar konsentrasi nan sangat tinggi," kata penulis utama studi, Dr. Wataru Ogawa, seorang peneliti medis di Universitas Kobe, Jepang.
Sebelumnya, tim Ogawa menunjukkan tubuh mengeluarkan glukosa ke dalam saluran usus nan disebut lumen. Proses ini terjadi baik pada penderita glukosuria maupun orang sehat. "Ini berfaedah adalah kegunaan fisiologis alami nan dimiliki manusia," kata Ogawa kepada Live Science.
Memberi Makan Bakteri Usus
Dalam studi baru ini, para peneliti menemukan metformin nyaris melipatgandakan tingkat ekskresi glukosa ke dalam usus pada lima penderita glukosuria jenis 2. Mereka juga sukses mereplikasi temuan ini pada tikus.
Mengalihkan glukosa ke dalam usus dan menjauhkannya dari aliran darah mungkin langsung menurunkan kadar gula darah. Namun, para intelektual mengatakan bahwa ini hanya menjelaskan sebagian dari pengaruh terapi metformin.
Nicola Morrice, seorang peneliti metformin dari Universitas Dundee, Skotlandia, nan tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan "Saya tidak mengharapkan ini menjadi sistem utama kerja obat."
Selain menarik gula keluar dari aliran darah, glukosa nan dikeluarkan juga dapat mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kadar gula darah dengan memberi makan kuman usus, menurut beberapa master lain nan diwawancarai oleh Live Science.
Dr. José-Manuel Fernández-Real, peneliti medis dari Universitas Girona, Spanyol, mengatakan melalui email, "Beberapa bakteri, terutama nan tumbuh dengan gula sederhana, mungkin mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara kuman lain nan berjuntai pada karbohidrat kompleks alias fermentasi serat mungkin kurang terpengaruh."
Molekul glukosa mempunyai enam atom karbon, sehingga untuk menentukan seberapa sigap kuman usus memecah glukosa menjadi senyawa lain, Ogawa kudu menemukan langkah untuk melacak atom-atom karbon tersebut. Timnya menyuntikkan tikus dengan glukosa nan mengandung isotop "berat". Hal ini memungkinkan mereka untuk melacak karbon berat saat kuman mengubah glukosa menjadi senyawa lain.
Sampel feses menunjukkan kuman dalam tubuh tikus nan diberi metformin telah mengubah glukosa berat menjadi masam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids alias SCFA). "Spesies kuman nan menghasilkan SCFA umumnya merupakan 'bakteri baik'," kata Ogawa, menunjukkan bahwa metformin berpotensi mendukung kesehatan mikrobioma usus.
Pengobatan dengan metformin meningkatkan jumlah SCFA nan mengandung karbon berat hanya sebesar 1% dalam sampel feses. Namun, Manuel Vázquez-Carrera, seorang peneliti pengetahuan obat di Universitas Barcelona nan tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan melalui email bahwa "sebagian besar SCFA diserap dan digunakan dengan cepat, bukan diekskresikan." Ini berfaedah bahwa pengukuran nan dilakukan kemungkinan lebih rendah dari nilai sebenarnya.
"Dan apalagi sedikit peningkatan produksi SCFA dapat meningkatkan kegunaan penghalang usus, mengurangi peradangan, dan meningkatkan sensitivitas insulin, nan semuanya berfaedah dalam mengelola diabetes," ujar Fernández-Real.
Keterbatasan Studi
Studi ini mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, para peneliti tidak menilai gimana peningkatan kadar SCFA di usus memengaruhi kesehatan tikus. Selain itu, penelitian ini melibatkan "jumlah peserta nan sangat kecil, nan menerima beragam dosis metformin sebagai bagian dari pengobatan mereka," kata Morrice.
Penelitian pada tikus juga hanya dilakukan pada hewan jantan, sehingga perbedaan pengaruh obat berasas jenis kelamin tidak dieksplorasi. Di luar studi mini ini, Ogawa mengatakan bahwa dia telah menyelesaikan uji klinis nan lebih besar dan lebih ketat pada manusia untuk lebih memahami akibat metformin di usus. Analisisnya belum selesai, tetapi sejauh ini mereka belum menemukan perbedaan berasas jenis kelamin.
Morrice menyarankan bahwa penelitian di masa depan dapat mengeksplorasi gimana metformin memengaruhi ekskresi glukosa pada tikus dengan pola makan nan berbeda, seperti diet tinggi lemak dan tinggi gula nan berasosiasi dengan obesitas. (Live Science/Z-2)