ARTICLE AD BOX
Kerusuhan berujung pembantaian mengerikan terjadi di Suriah. Ribuan orang pun mencari perlindungan agar tak menjadi korban pembantaian.
Dilansir AFP, kekerasan terjadi pada Kamis (6/3/2025) di pesisir Suriah nan menjadi tempat tinggal minoritas Alawi sekaligus tempat asal mantan Presiden Suriah nan digulingkan, Bashar al-Assad.
Kekerasan itu menewaskan lebih dari 1.300 orang. Kekerasan tersebut menjadi tantangan terbesar bagi pasukan pemerintah baru sejak koalisi nan dipimpin Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita kudu menjaga persatuan nasional (dan) perdamaian sipil sebisa mungkin dan, insyaallah, kita bakal dapat hidup berbareng di negara ini," kata Sharaa dari sebuah masjid di Damaskus.
Berdasarkan laporan lembaga Pemantau perang, Syrian Observatory for Human Rights, ada 745 penduduk sipil tewas di provinsi Latakia dan Tartus. Observatory nan berpusat di Inggris menyebut korban tewas dalam 'eksekusi' nan dilakukan personel keamanan alias pejuang propemerintah disertai dengan penjarahan rumah dan properti.
Pertempuran itu juga telah menewaskan 125 personil pasukan keamanan dan 148 pejuang pro-Assad sehingga jumlah korban tewas secara keseluruhan menjadi 1.018. Pembantaian tersebut menyusul bentrok nan dipicu oleh penangkapan seorang tersangka nan dicari di sebuah desa nan kebanyakan penduduknya adalah Alawi.
Kantor buletin resmi, SANA, melaporkan pasukan keamanan telah dikerahkan ke Latakia, Jableh dan Baniyas di selatan untuk memulihkan ketertiban. Warga Baniyas, Samir Haidar (67), mengatakan kepada AFP dua kerabat laki-lakinya dan keponakannya dibunuh oleh golongan bersenjata nan memasuki rumah-rumah penduduk. Dia mengatakan ada orang asing di antara mereka.
Meskipun dirinya seorang Alawi, Haidar merupakan bagian dari oposisi sayap kiri terhadap Assad dan telah dipenjara selama lebih dari satu dasawarsa di bawah kekuasaan Assad. Juru bicara Kementerian Pertahanan Suriah, Hassan Abdul Ghani, mengatakan pasukan keamanan telah menerapkan kembali kendali atas wilayah-wilayah nan telah menjadi sasaran serangan oleh para loyalis Assad.
"Dilarang keras mendekati rumah mana pun alias menyerang siapa pun nan berada di dalam rumah mereka," ujarnya dalam sebuah video nan diunggah oleh SANA.
SANA juga melaporkan pemadaman listrik di seluruh provinsi Latakia lantaran serangan terhadap jaringan listrik oleh para loyalis Assad.
Presiden Suriah Janji Tindak Tegas Pelaku
Ahmed al-Sharaa (Foto: BBC World)
"Kita bakal meminta pertanggungjawaban, dengan tegas dan tanpa keringanan, kepada siapa pun nan terlibat dalam pertumpahan darah penduduk sipil alias siapa saja nan melangkahi kewenangan negara," kata Al-Sharaa dalam pernyataan nan diunggah instansi buletin SANA dan dilansir Al Arabiya, Senin (10/3/2025).
Dia mengatakan komite unik bakal dibentuk untuk melindungi perdamaian sipil. Dia mengaku tak mau ada perang kerabat terjadi lagi di Suriah.
Al-Sharaa mengatakan Suriah sedang menghadapi upaya menyeret negara tersebut kembali ke dalam perang saudara. Dia menegaskan sisa-sisa rezim sebelumnya tidak mempunyai pilihan lainnya selain menyerahkan diri.
Al-Sharaa juga menegaskan Suriah tidak bakal membiarkan kekuatan eksternal alias lokal menyeretnya ke dalam kekacauan alias perang kerabat lagi. Al-Sharaa sendiri sedang berupaya melepaskan citranya sebagai mantan ekstremis dengan berkeliling mencari support untuk Suriah dari negara-negara di area Arab dan lainnya.
Kepala kewenangan asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, menyerukan agar rentetan pembunuhan di Suriah itu "harus segera dihentikan". Sementara Liga Arab, PBB, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara-negara lainnya mengecam tindak kekerasan itu.
Kesaksian Mengerikan Pembantaian di Suriah
Warga Alawi di Suriah (Foto: BBC World)
Dilansir BBC, Rabu (12/3/2025), para saksi mata menyebut laki-laki dari beragam usia ditembak meninggal di sana. Sekte Alawi sendiri merupakan bagian dari Islam Syiah dan mencakup sekitar 10% dari populasi Suriah, nan kebanyakan Muslim Sunni.
Bashar al-Assad berasal dari sekte tersebut. Situasinya begitu mencekam sampai-sampai penduduk mengaku takut untuk memandang keluar jendela pada Jumat (7/3).
Koneksi internet tidak stabil dan sekalinya terhubung, mereka mengetahui berita kematian tetangga mereka dari unggahan Facebook. Seorang laki-laki berjulukan Ayman Fares mengatakan dia tetap hidup lantaran penahanannya baru-baru ini.
Fares mengunggah video di akun Facebook-nya pada Agustus 2023 nan mengkritik Bashar al-Assad atas pemerintahannya nan korup. Dia ditangkap tidak lama kemudian.
Fares baru bebas dari penjara setelah pasukan nan dipimpin golongan militan membebaskan tahanan usai kejatuhan Assad pada Desember silam. Orang-orang nan menyerbu jalan-jalan Hai Al Kusour mengenali Fares sehingga dia terhindar dari kematian.
Akan tetapi, rumah Fares tidak luput dari penjarahan. Fares mengaku mobilnya diambil dan mereka melanjutkan tindakan penjarahan ke rumah-rumah lain.
"Mereka orang asing, saya tidak mengenali identitas alias bahasa mereka, tetapi sepertinya orang Uzbek alias Chechnya. Ada juga beberapa penduduk Suriah berbareng mereka, tetapi bukan dari abdi negara keamanan resmi," ujar Fares melalui sambungan telepon.
Fares mengaku menyaksikan keluarga-keluarga dibunuh di rumah mereka sendiri. Dia juga mengaku memandang wanita serta anak-anak bergelimang darah. Beberapa family lari ke genting rumah untuk bersembunyi, tetapi tetap tidak terhindar dari pertumpahan darah.
"Sungguh mengerikan," katanya.
Fares mengatakan keadaan mulai stabil setelah tentara Suriah dan pasukan keamanan tiba di kota Banias. Pasukan mendorong faksi-faksi lain keluar dari kota itu dan memfasilitasi keluarga-keluarga nan selamat untuk pergi ke tempat aman.
Ali, seorang penduduk Banias lainnya nan meminta agar nama lengkapnya tidak disebutkan, turut membenarkan kesaksian Fares. Ali, nan tinggal di Kusour berbareng istri dan putrinya nan berumur 14 tahun, melarikan diri dari rumahnya dengan dibantu pasukan keamanan.
"Mereka datang ke gedung tempat kami tinggal. Kami terlalu takut, hanya bisa mendengar bunyi tembakan dan jeritan orang-orang di lingkungan itu. Kami mengetahui kematian dari unggahan FB ketika internet terhubung. Ketika penyerang tiba di gedung kami, kami pikir tamat sudah riwayat," katanya.
"Mereka mencari uang. Pintu tetangga kami digedor kemudian mobil, uang, emas, dan peralatan berbobot lainnya dijarah. Tetapi tetangga kami tidak dibunuh," sambungnya.
Ali dan keluarganya dijemput tetangga mereka nan menganut Sunni. Keluarga Ali untuk sementara tinggal berbareng mereka.
"Kami hidup berdampingan selama bertahun-tahun, Alawi, Sunni, dan Kristen. Kami tidak pernah mengalami perihal seperti ini. Warga Sunni bergegas melindungi penduduk Alawi dari pembunuhan nan terjadi dan sekarang pasukan resmi berada di kota untuk memulihkan ketertiban," ucapnya.
Menurut Ali, keluarga-keluarga lainnya diangkut ke sebuah sekolah di permukiman nan kebanyakan Sunni. Mereka bakal berlindung di sana sampai personil faksi-faksi nan melakukan pembunuhan diusir dari Banias.
Ghiath Dallah, seorang mantan brigadir jenderal di tentara Assad, telah mengumumkan pemberontakan baru terhadap pemerintah saat ini. Dia mengatakan bahwa dirinya mendirikan 'Dewan Militer untuk Pembebasan Suriah'.
Sejumlah laporan mengindikasikan mantan petugas keamanan rezim Assad nan menolak menyerahkan senjata sedang membentuk golongan perlawanan di wilayah pegunungan. Sebagian besar organisasi Alawi dilaporkan menolak golongan tersebut. Mereka juga menyalahkan Dallah dan loyalis garis keras Assad lainnya atas kekerasan nan terjadi.
Warga lain juga menyalahkan Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa gara-gara membubarkan lembaga keamanan, tentara, dan polisi Suriah tanpa strategi nan jelas untuk menangani ribuan petugas dan personel nan menjadi pengangguran. Saat ini 90% populasi Suriah hidup di bawah garis kemiskinan dan ribuan orang kehilangan pendapatan sehingga pemberontakan sangat rentan terjadi.
Warga di Banias mengatakan bahwa beberapa penduduk sipil nan bersenjata berasosiasi dengan faksi-faksi tersebut dan turut ambil andil dalam pembunuhan. Mayoritas Sunni di Suriah mengalami kekejaman di tangan pasukan rezim Assad selama 13 tahun terakhir. Hal ini memicu kebencian sektarian terutama terhadap minoritas Alawi nan anggotanya dikaitkan dengan kejahatan perang.
Warga Ngungsi ke Pangkalan Rusia
Situasi di Suriah usai bentrok tewaskan 1.000 orang (Foto: REUTERS/KARAM AL-MASRI)
"Ribuan penduduk sipil Alawi melarikan diri dari pembantaian di kota Jableh dan desa-desa di sekitarnya untuk mencari perlindungan di dalam dan di sekitar pangkalan militer Hmeimim," kata kepala Syrian Observatory for Human Rights, Rami Abdel Rahman, seperti dilansir AFP, Rabu (12/3/2025).
Dilaporkan Syrian Observatory bahwa beberapa orang nan mengungsi, nan mulai tiba di pangkalan udara Rusia pada Jumat (7/3) lalu. Mereka juga menolak untuk pulang lantaran takut bakal tindakan kekerasan lebih lanjut sementara beberapa rumah mereka dihancurkan.
Warga Alawi nan mengungsi itu menderita kekurangan makanan, peralatan medis, dan kebutuhan pokok lainnya. Beberapa family lainnya, menurut Syrian Observatory, berlindung di area pegunungan.
Wali Kota Jableh, Amjad Sultan, mengatakan kepada AFP bahwa dirinya telah mendatangi pangkalan Rusia itu untuk membujuk penduduk pulang ke rumah mereka. Dia menyatakan situasi sudah aman.
"Kami datang hari ini untuk menunjukkan mereka bahwa situasi di luar sekarang aman, lantaran pasukan keamanan sudah mulai dikerahkan dan mengonsolidasikan kendali," ujarnya.
"Kami telah mengangkut beberapa korban luka, mereka saat ini berada di ambulans. Kami juga bakal berupaya mengevakuasi keluarga-keluarga, satu per satu," tambah Sultan dalam pernyataannya.
Konvoi Bulan Sabit Merah Suriah juga mengevakuasi tiga korban luka, termasuk dua wanita. Beberapa pengungsi berunjuk rasa di luar, menyerukan perlindungan internasional dan meneriakkan "Rusia, Rusia".
Rusia, nan memberikan support militer kepada Assad selama perang, telah berupaya menjalin kontak dengan pemerintah baru di Damaskus dengan angan dapat mempertahankan kendali atas Hmeimim dan pangkalan lautnya di Tartus.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu