ARTICLE AD BOX

DALAM bumi spiritual tasawuf, makna kebebasan (al-hurriyah) banget berbeda dengan makna kebebasan nan berkembang luas di dalam masyarakat. Kebebasan sering diartikan sebagai bebasnya seseorang alias golongan melakukan apa saja atas nama HAM. Bahkan ada di antara golongan masyarakat nan memilih menghalalkan segala langkah dalam mewujudkan kebebasan itu, namalain kebablasan.
Kebebasan dalam perspektif tasawuf adalah merdeka alias keluar dari belenggu sesama makhluk. Mereka tidak lagi mau didikte alias diperbudak oleh sesama makhluk, tidak terkecuali kekayaan dan kemewahan. Mereka menghilangkan semua ketergantungan terhadap bumi materi, sebagaimana dikatakan Ibrahim bin Adham, "Orang nan merdeka adalah orang nan keluar dari bumi sebelum dia dikeluarkan darinya (meninggal dunia)."
Sebagai seorang manusia nan tetap hidup, tentu saja tetap memerlukan kepentingan materi demi melangsungkan hidup dan personil keluarganya, seperti makan, minum, berpakaian, juga duit sebagai perangkat tukar untuk kepentingan kehidupan sehari-hari. Namun, kebutuhan tersebut tidak sampai membikin dirinya tergantung terhadapnya.
Ciri-ciri orang seperti itu sudah kehilangan kesukaan terhadap gemerlapnya bumi serta bebas melakukan pengembaraan spiritual tanpa terikat dengan janji relasi upaya dan kepentingan duniawi lainnya.
Mereka penuh kesungguhan menggarap dunia, tetapi dalam akal menuntut rida Allah SWT. Nabi SAW pernah bersabda: “Hatiku sudah jenuh terhadap bumi sehingga batu dan emasnya sama saja bagiku.”
Orang nan merdeka bakal mengutamakan etika terhadap sesama makhluk. Maqam bagi orang-orang nan merdeka adalah mulia, dan tempat kemuliaannya adalah pada pelayanannya terhadap orang miskin. Disebutkan, Allah mewahyukan kepada Nabi Daud AS, “Jika engkau menyaksikan orang nan meminta kepadaku maka jadilah dia baginya seorang pelayan.”
Nabi SAW bersabda: "Pemimpin suatu bangsa adalah pelayan mereka." Allah SWT pun berfirman: “Dan mereka tiada meletakkan kemauan dalam hati mereka terhadap apa-apa nan diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa nan mereka berikan itu),” (QS Al-Hasyr/59: 9).
Mereka lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya nan membikin merasa memadai seseorang adalah apa nan cukup untuk dirinya sendiri. Pada akhirnya hanya bakal berhujung pada empat hasta dan sejengkal tanah pekuburan, dan segalanya bakal kembali kepada akhirnya (tempat kembalinya).”
Kesempurnaan kebebasan merupakan hasil dari sempurnanya ubudiah seseorang. Barang siapa ubudiahnya betul-betul lantaran Allah, maka hasilnya adalah rasa bebas dari segala belenggu sesama makhluk.
Boleh jadi mereka hidupnya sederhana, tetapi itu merupakan pilihannya sebagai bagian dari kebebasan itu sendiri. Untuk apa bergelimang harta, jika jiwa dan pikiran tidak merdeka. Allahu a’lam.