Mark Carney Pilih Eropa Untuk Kunjungan Perdana Sebagai Pm Kanada, Abaikan As

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Mark Carney Pilih Eropa untuk Kunjungan Perdana sebagai PM Kanada, Abaikan AS Perdana Menteri baru Kanada, Mark Carney, memutus tradisi dengan memilih Eropa sebagai tujuan pertama kunjungan luar negerinya, alih-alih Amerika Serikat.(Media Sosial X)

PERDANA Menteri baru Kanada, Mark Carney, memutus tradisi pada Senin (18/3) dengan memilih Eropa sebagai tujuan pertama kunjungan luar negerinya, dibandingkan Amerika Serikat. Sambutannya nan hangat di Prancis dan Inggris sangat kontras dengan hubungan Kanada nan semakin renggang dengan negara tetangganya.

Carney disambut dengan hangat oleh Presiden Emmanuel Macron di Paris sebelum bertolak ke London untuk berjumpa dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan audiensi pribadi dengan Raja Charles III.

Dalam konvensi pers berbareng di Istana Élysée, Carney mengatakan kepada Macron bahwa Kanada adalah negara non-Eropa nan paling Eropa. Ia juga berjanji bakal menjadi mitra nan dapat diandalkan, terpercaya, dan kuat bagi Prancis.

Macron membalas pujian itu dengan mengatakan Kanada selalu berdiri berdampingan dengan Prancis dan Eropa. "Kami menyambut seorang sahabat, dan kami menerima Anda dengan penuh kegembiraan," ujar Macron.

Hubungan Kanada-AS di Titik Terendah

Sementara Carney mendapat sambutan hangat di Eropa, hubungan Kanada dan AS berada dalam kondisi terburuk dalam sejarah modern. Sejak kembali ke Gedung Putih, Donald Trump menjatuhkan tarif besar nan merugikan ekonomi Kanada, menyatakan Kanada semestinya menjadi negara bagian ke-51 Amerika Serikat, dan sering merendahkan mantan PM Justin Trudeau dengan menyebutnya sebagai "gubernur" alih-alih "perdana menteri".

Usai berjumpa Raja Charles di London, Carney mengomentari rencana Trump untuk mencaplok Kanada dengan menyebutnya sebagai "tidak terpikirkan" dan "tidak menghormati kedaulatan". Ia juga menegaskan AS kudu menghentikan komentar semacam itu sebelum Kanada bisa membahas hubungan bilateral lebih lanjut.

Selain itu, Carney mengungkapkan Kanada sedang mempertimbangkan kembali pembelian jet tempur F-35 buatan AS. Ia juga berbincang dengan pejabat Inggris dan Prancis mengenai kemungkinan penguatan kerja sama di bagian keamanan, militer, dan ekonomi.

Meski demikian, Carney tetap terbuka untuk berbincang dengan Washington. "Ketika Amerika Serikat siap untuk berbicara, kami juga siap untuk duduk bersama," katanya di London.

Ancaman Trump Membantu Partai Liberal

Carney, nan belum pernah menduduki kedudukan publik sebelumnya, sekarang memimpin Partai Liberal untuk menghadapi pemilu federal Kanada nan dijadwalkan akhir tahun ini. Sebelum Trump kembali berkuasa, Partai Liberal terlihat kehilangan daya dan pendapat baru. Survei menunjukkan mereka berada di jalur kekalahan besar dari Partai Konservatif, nan dipimpin Pierre Poilievre, politisi berpatokan kanan.

Namun, ancaman Trump terhadap ekonomi dan kedaulatan Kanada membangkitkan kembali support bagi Partai Liberal, membikin pemilu mendatang menjadi jauh lebih kompetitif daripada nan diperkirakan sebelumnya.

Sejak menjabat, Carney telah berbincang dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengenai perang Rusia, serta dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengenai rencana Uni Eropa untuk mendanai kembali persenjataan mereka di tengah ketidakpastian support militer dari AS.

Di konvensi pers di Paris, Carney memuji Macron sebagai "pemimpin aksi" nan telah membantu Eropa menghadapi krisis keamanannya.

"Di tengah krisis, seseorang kudu bertindak. Sayangnya, kita berada di tengah krisis ekonomi dan geopolitik. Tapi saat bertindak, kita kudu berpegang pada nilai-nilai: kedaulatan, solidaritas, dinamisme, dan keberlanjutan. Nilai-nilai ini dekat di hati kami," ujar Carney.

Di London, Carney mengungkapkan telah mengundang Zelensky untuk menghadiri KTT G7 nan bakal diselenggarakan Kanada di Alberta tahun ini.

Carney sendiri bukan sosok asing bagi Inggris. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank of England dari 2013 hingga 2020, membantu pemulihan ekonomi Inggris setelah krisis finansial 2008. Ia juga dikenal lantaran peringatannya tentang akibat jelek Brexit terhadap ekonomi Inggris, nan menuai kritik dari kalangan konservatif. (CNN/Z-2)

Selengkapnya