ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menilai Presiden Prabowo Subiantos, perlu memberikan support penuh kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menuntaskan sejumlah kasus-kasus korupsi besar, seperti kasus minyak mentah nan sekarang tetap berjalan.
"Bukan mengintervensi tapi memberi support moral agar Kejagung jangan takut, jangan gentar untuk mengusut orang-orang di kembali layar nan menikmati untung itu. Harus dibersihkan agar minyak tidak kotor lagi,” kata Nasir.
Kasus ini menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk membersihkan Pertamina Patraniaga dari orang-orang nan tidak berkompeten.
"Yang mungkin mereka hanya seperti wayang, nan digerakkan para dalang, Jika tidak dibersihkan, minyak kotor ini bakal menggenangi Pertamina dan anak usahanya,” kata dia.
Seharusnya, kata Nasir, tidak ada kata takut untuk Presiden Prabowo. Apalagi, Presiden Prabowo juga sedang ‘nge-gas’ masalah sawit, timah, dan sebagainya.
"Jadi tidak ada kata takut untuk Presiden membersihkan Pertamina dari orang-orang nan mau mengambil untung dengan langkah nan tidak benar,” ungkap Nasir.
Menurut Nasir, jika ada perkara norma nan disidik Pertamina memang bakal mempengaruhi pada perekonomian negara.
“Sedikit banyaknya memang bakal mengganggu perekonomian nasional. Meskipun tidak banya memberikan dampak,” ungkapnya.
Menjelang arus mudik Lebaran 1446 H, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berbareng Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri meninjau langsung kesiapan pasokan BBM dan LPG di Provinsi Banten.
Pengawasan Internal Lemah
Nasir memandang adanya pembiaran alias persekongkolan. Dikatakannya, apa nan terjadi di Pertamina adalah lantaran lemahnya pengawasan internal. Termasuk dugaan praktik kongkalikong, persekongkolan jahat, nan menguntungkan sejumlah orang.
Nasir berterima kasih Kejagung bisa membongkar kasus dugaan korupsi di Pertamina. Menurut Nasir, kasus Pertamina melibatkan mafia nan terorganisir. “Baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, sehingga persekongkolan ini terus terjadi” ungkapnya.
"Harapan kita, interogator Kejagung bisa menyasar ke aktor. Walaupun mereka menjabat direktur, tapi kan mereka digerakkan . Ini kan bagian dari perdagangan gelap. Jika hanya tujuh orang itu nan dijadikan tersangka maka tokoh intelektual bakal main lagi. Dengan demikian mata rantai ini hanya bakal terputus sebentar,” kata Nasir.
Jika tokoh intelektual disikat habis, kata Nasir, bakal lahir mata rantai baru, nan tidak bakal merugikan finansial negara. “Nama RC ini kan sudah lama. Bahkan pernah dicarilah… menjadi buronlah.. Tapi kasusnya kemudian mengambang,” ungkapnya.