ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Sejak didirikan Prabowo Subianto 6 Februari 2008 silam, Gerindra menjelma sebagai partai politik nan bisa bicara banyak di kancah politik nasional.
Bulan Februari selalu menjadi momen berhistoris bagi Gerindra untuk merayakan ulang tahun. Tahun 2025 terlihat begitu sangat spesial lantaran di usianya nan ke-17 Gerindra sukses mengantarkan Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia. Capaian nan pastinya cukup prestesius, fantastis, dan spektakuler karena tak semua partai politik bisa melakukan catatan berhistoris memenangkan pertarungan politik nan begitu sengit.
Ibarat manusia, usia 17 Tahun menjadi penanda perjalanan hidup nan makin dewasa. Banyak doa, harapan, dan semangat nan selalu disematkan untuk mengarungi hidup lebih baik di masa mendatang. Begitupun dengan Gerindra nan tentunya kian matang dalam menapaki langkah politiknya di usia nan manis. Tentu saja tak mudah bagi Gerindra bisa melangkah sejauh ini. Pahit manis getir kehidupan silih berganti berdatangan.
Sejak didirikan Prabowo Subianto 6 Februari 2008 silam, Gerindra menjelma sebagai partai politik nan bisa bicara banyak di kancah politik nasional. Posisi politiknya begitu diperthitungkan. Meski tergolong pendatang baru, pada pilpres 2009 Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri. Di tiga pilpres berikutnya, ialah pilpres 2014, 2019, dan 2024 Gerindra kembali mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Dari catatan empat kali ikut pilpres, Prabowo Subianto terhitung tiga kali kalah dan baru menang di pilpres 2024 dengan meraup 58,6% suara. Jalan panjang nan begitu berliku dan mendaki. Tak semua orang bisa memperkuat setelah sekian kali kalah dalam pertandingan politik berebut posisi puncak bangku nomor satu republik. Butuh daya tahan politik di atas rata-rata kebanyakan orang biasa.
Tentu saja ini menjadi penanda kesabaran revolusioner nan berbuah manis. Prabowo Subinto menjadi penegas bahwa tak ada ‘kematian abadi’ dalam politik. Berulangkali kali jatuh namun setelah itu bangkit kembali. Prabowo Subianto juga memberi pelajaran krusial dalam politik tanah air bahwa fleksibelitas politik menjadi kunci utama dirinya terpilih menjadi presiden dengan langkah berkoalisi dengan Jokowi.
Replika Politik
Bicara Gerindra tentu tak komplit tanpa membahas peran dominan Prabowo Subianto. Apapun judulnya Gerindra adalah replika politik Prabowo Subianto sesungguhnya. Bahkan jika diiris satu persatu, visi dan misi besar termasuk gestur politik Gerindra sangat identik dengan Prabowo Subianto. Terutama dalam upaya memperjuangkan golongan akar rumput makmur sejahtera.
Retorika politik, narasi besar, termasuk personifikasi politik Gerindra sampai saat ini mencerminkan sikap politik Prtabowo Subianto nan seutuhnya. Setelah terpilih jadi presiden, bukan hanya soal diskursus tapi juga kebijakan nan dibuat Prabowo Subianto memang sangat populis dan menyentuh langsung persoalan rakyat misalnya seperti program makan bergizi gratis, perbaikan sekolah rakyat, pemaafan hutang UMKM, pemeriksaan kesehatan gratis, dan seterusnya.
Data survei Parameter Politik Indonesia pada Agustus 2024 menunjukkan Prabowo Subianto menjadi aspek utama publik memilih Gerindra. Itu artinya, Prabowo menjadi aspek paling determinan sekaligus sebagai magnet elektoral bagi keberlangsungan hidup Gerindra. Jadi tak mengherankan jika publik kemudian berkesimpulan bahwa Prabowo Subianto sebagai the one and only figur sentral nan mengantarkan partai Gerindra bisa mengarungi samudra politik tanah air nan di pilpres kali ini tampil sebagai pemenang pilpres.
Sentralisasi figur menjadi karakter unik partai politik bisa tumbuh besar, kuat, dan memperkuat lama di Indonesia. Bukan hanya Gerindra, PDIP dan Demokrat juga menggantungkan kekuatan elekotral politik mereka pada figur kunci seperti Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Itu kebenaran politik nan tak terbantahkan. Sebelum pecah kongsi, Jokowi juga sempat menjadi sosok dominan selain Megawati kenapa publik memilih PDIP. Ketiga partai politik ini nan mendaraskan kekuatan politik pada sosok kunci terbukti menang pilpres pasca reformasi.
Inilah uniknya politik tanah air. Mayoritas pemilih tetap menjadikan figur kuat sebagai katalisator mendulang support pemilih. Sebaliknya, partai politik nan terlihat modern, jualan rumor inklusifitas dan membuang jauh sosok sentral seperti Golkar justeru tak pernah menang pilpres di era pemilihan presiden langsung. Paling dahsyat Golkar hanya bisa mengantarkan Jusuf Kalla sebagai wapres SBY 2004 dan Jokowi 2014. Bahkan partai politik nan menyatakan partai anak muda dengan semboyan pluraslisme politik seperti PSI belum pernah lolos ke parlemen.
Pelajaran Penting
Bagi siapapun di negara ini nan terus bermimpi mau jadi presiden, belajarlah pada Prabowo Subianto dengan segala lika-liku politik nan cukup panjang. Pertama, mendirikan partai politik sebagai kendaraan maju pilpres. Sejak mendirikan Gerindra, Prabowo Subianto tampil sebagai sosok yan terus diperhitungkan dalam jagat politik tanah air. Terhitung mulai pemilu 2009 hingga 2024 Prabowo Subianto tak pernah tidakhadir dalam kejuaraan pilpres. Sederhananya, Prabowo Subianto merupakan satu-satunya sosok ahli petarung pilpres.
Regulasi pemilu juga mewajibkan kepada siapapun nan mau maju pilpres kudu diusung partai alias campuran partai politik menggenapi periode pemisah presiden 20%. Belum ada patokan maju pilpres dari perseorangan. Meski identitas kepartaian (party ID) rendah serta persepsi negatif terhadap partai politik cukup tinggi, namun partai politik merupakan rukun politik utama maju pilpres.
Kedua, daya tahan politik. Kompetisi politik elektoral bukan semata soal gimana mengakumulasi kemenangan, lebih jauh dari itu menyangkut daya tahan politik. Secara aktual kudu diakui Prabowo Subianto merawat mimpinya menjadi presiden bisa dilacak sejak keikutsertaannya dalam konvensi partai Golkar 2004. Itu artinya, Prabowo Subianto butuh sekitar 24 tahun merealisasikan mimpinya itu.
Bukan perkara mudah bagi Prabowo Subinto setelah tiga kali kalah tanding pilpres. Didiskreditkan dan dicemooh silih berganti berdatangan tanpa henti. Meski begitu Prabowo Subianto tak tumbang. Segala langkah terus dilakukan menjaga momentum politik. Agresif konslidasi ke akar rumput termasuk berkoalisi dengan Jokowi adalah pucak kelihaian strategi politik tingkat tinggi Prabowo Subianto nan tak pernah dibayangkan siapapun sebelumnya.
Kecanggihan Prabowo Subianto meyakinkan Jokowi mendukung total dirinya menang pilpres layak diacungi jempol. Butuh skill unik nan tak dimiliki semua orang. Prabowo Subianto bisa memalingkan wajah Jokowi dari PDIP setelah 22 tahun keduanya melangkah seirama. Pertama kali dalam sejarah politik Indonesia, Jokowi berpisah dengan partai politik nan telah membesarkan diri dan keluarganya lantaran keahlian lobi Prabowo Subianto.
Jokowi luluh dengan loyalitas Prabowo Subianto nan selalu berdiri tegak mendukung keputusan politiknya. Sementara saat besamaan Jokowi di PDIP bukan hanya melulu dianggap petugas partai, namun aspirasi politik Jokowi untuk kepentingan partai kerap diabaikan. Meski banyak analis menuding pecah kongsi terjadi lantaran PDIP menolak kemauan Jokowi melanggengkan kekuasaan 3 periode serta memperpanjang masa kedudukan presiden akibat angin besar Covid-19. Menjadikan Gibran Rakabung Raka sebagai wapres adalah bahasa politik Jokowi untuk terus berkuasa.
Oleh: Adi Prayitno, Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif Parameter Politik