Jadikan Lhkpn Senjata Utama Berantas Korupsi

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
Gunakan LHKPN Senjata Utama Berantas Korupsi Ilustrasi.(MI)

PEMBERANTASAN korupsi memerlukan partisipasi masyarakat. Jika diberi kesempatan, semua lapisan masyarakat tentu senantiasa siap sedia menjadi pemasok pemberantasan korupsi.

Agar masyarakat bisa menjadi pemasok pemberantasan korupsi nan efektif, tentu, kudu ada instrumen baku dan mudah diakses agar setiap orang bisa berpartisipasi.

Instrumen seperti itu sebenarnya telah ada, ialah dalam corak Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) nan berfaedah untuk mengawasi kekayaan kekayaan penyelenggara negara dan juga sebagai instrumen untuk mempertanggungjawabkan kepemilikan kekayaan kekayaannya.

"LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi merupakan corak transparansi kepemilikan dan asal-usul kekayaan kekayaan seorang penyelenggara negara," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan.

Itu tidak lain lantaran LHKPN bisa diakses secara terbuka oleh masyarakat. Hal itu sekaligus sebagai bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi, khususnya melalui upaya-upaya pencegahan.

LHKPN memuat info kekayaan kekayaan para pejabat beserta asal-asal usulnya, mulai dari tanah dan bangunan, kendaraan, surat berharga, duit kas alias setara kas, kekayaan lainnya serta utang.

Harta kekayaan nan tertera dalam LHKPN juga menyertakan kekayaan milik suami, istri, dan anak dalam tanggungan. Semua kekayaan kekayaan milik pejabat penyelenggara negara kudu disertakan dengan jujur dalam LHKPN dan bakal diverifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga nan mengelola info LHKPN.

Tentunya bakal muncul pertanyaan apakah LHKPN ini bakal menjadi instrumen pemberantasan korupsi nan efektif? Jawabannya adalah tentu saja iya. Dengan instrumen tersebut penegak norma bisa mengawasi wajar alias tidaknya penambahan alias pengurangan kekayaan kekayaan seorang pejabat bersadarkan profil jabatannya.

LHKPN juga memberikan akses kepada masyarakat untuk mengawasi kekayaan kekayaan seorang pejabat penyelenggara negara. Masyarakat nan berada dekat dengan pejabat mengenai bisa memandang langsung apakah nilai kekayaan nan dimiliki oleh pejabat mengenai sesuai dengan nan dilaporkannnya di dalam LKHPN.

Kalau sesuai artinya pejabat tersebut sudah memenuhi kewajibannya soal keterbukaan atas kepemilikan hartanya selaku pejabat publik. Namun jika tidak sesuai, masyarakat bisa melaporkan ketidaksesuaian tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sejauh ini sudah ada tiga pejabat nan dipidanakan oleh komisi antirasuah itu nan berasal dari laporan masyarakat mengenai ketidaksesuaian kekayaan nan dimiiki mereka dengan nan dilaporkan di LHKPN.

Yang pertama adalah Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.

Harta kekayaan mengenai dengan Rafael menjadi viral setelah anak Rafael terlibat dalam kasus penganiayaan nan kemudian menyerempet soal flexing.

Warganet pun menyoroti soal sejumlah kekayaan Rafael Alun nan tidak tercantum dalam LHKPN hingga akhirnya membikin KPK bergerak untuk mengundang nan berkepentingan untuk memberikan klarifikasi.

Kemudian kasus penganiayaan itu berkembang menjadi kasus korupsi setelah KPK menemukan bukti-bukti kuat dan menetapkan Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian duit (TPPU).

Perkara Rafael Alun Trisambodo akhirnya bergulir di persidangan. Dia divonis 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan penjara. Selain itu, Rafael Alun juga dihukum bayar duit pengganti sebesar Rp10 miliar, subsider tiga tahun penjara.

Pihak KPK mengeksekusi putusan perkara korupsi Rafael Alun Trisambodo dan menyita duit senilai Rp40,5 miliar nan kemudian disetorkan ke kas negara.

Pejabat kedua nan dipidanakan KPK berasal dari LHKPN adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto.

Sosok Eko Darmanto mendapat sorotan publik lantaran kerap pamer kemewahan lewat unggahannya di media sosial, seperti foto di depan pesawat terbang dan foto dengan motor gede.

Gaya hidup mewah pejabat Bea Cukai tersebut memicu kritik dari masyarakat dan mendorong Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai mencopot Eko Darmanto dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta.

Hal itu juga nan membikin Eko akhirnya berurusan dengan lembaga antirasuah hingga akhirnya dipanggil untuk memberikan penjelasan soal LHKPN miliknya. Atas dasar hasil penjelasan tersebut, KPK kemudian membuka penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan status tersangka terhadap nan bersangkutan.

KPK mengungkapkan akumulasi nilai dugaan gratifikasi dan TPPU nan dilakukan Eko Darmanto mencapai sekitar Rp37,7 miliar.

Pejabat ketiga nan berurusan dengan KPK lantaran LHKPN adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono.

Nama Andhi Pramono menjadi sorotan warganet setelah foto rumah mewahnya di kompleks Legenda Wisata Cibubur dan style hidup mewah putrinya viral di media sosial.

KPK juga menyatakan telah menerima laporan dan info dari beragam sumber, termasuk dari media sosial soal Andhi Pramono.

Atas laporan tersebut, KPK kemudian memanggil Andi Pramono untuk memberikan penjelasan mengenai isi LHKPN-nya. Pemeriksaan LHKPN tersebut kemudian terus bergulir hingga naik ke tahap investigasi dan Andhi Pramono akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan gratifikasi dan TPPU, dengan dugaan penerimaan gratifikasi hingga Rp28 miliar.

Perkara tersebut kemudian bergulir ke meja hijau dengan Andhi Pramono terbukti menerima gratifikasi dengan total sejumlah Rp58,9 miliar dari sejumlah pihak saat dia menjabat sejumlah posisi strategis di Ditjen Bea dan Cukai. Dia kemudian dituntut pidana 10 tahun penjara dan duit pengganti Rp1 miliar.

Kepatuhan LHKPN

Pejabat penyelenggara negara nan menduduki kedudukan tertinggi di Indonesia ialah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah memenuhi kewajibannya untuk mengisi LHKPN

Demikian juga 123 orang menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga setingkat menteri di Kabinet Merah Putih. KPK menyatakan semua telah menyerahkan LHKPN. Dengan demikian kepatuhan LHKPN jejeran Kabinet Merah Putih telah mencapai 100 persen.

Lebih lanjut KPK mengungkapkan ada 418.665 pejabat nan merupakan wajib lapor LHKPN pada 2025. Berdasarkan info per 31 Januari 2025, sebanyak 145.320 wajib lapor sudah menyampaikan LHKPN-nya, alias sekitar 33,45 persen.

KPK pun mengimbau para pejabat penyelenggara negara tersebut untuk segera menyampaikan LHKPN-nya secara betul dan komplit sebelum 31 Maret 2025.

Seluruh LHKPN nan telah diverifikasi oleh KPK itu kemudian bisa diakses masyarakat pada laman https://elhkpn.kpk.go.id.

Dengan hadirnya LHKPN tersebut, masyarakat di seluruh penjuru Indonesia sudah dibekali dengan instrumen untuk aktif terlibat dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

Masyarakat pun tidak perlu ragu melapor ke KPK, lantaran komisi antirasuah itu sepenuhnya menjamin kerahasiaan identitas pihak nan memberikan laporan dugaan korupsi.

Oleh lantaran itu, sekarang tidak ada lagi argumen publik tutup mata dan cuek dengan korupsi di sekitarnya. Saatnya masyarakat aktif bergerak melaporkan segala corak dugaan korupsi ke abdi negara penegak hukum.

Korupsi adalah musuh bersama. Musnahnya korupsi dari Tanah Air tentunya bakal menjadi awal terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. (Ant/P-3)

Selengkapnya