ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, didakwa menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dengan duit senilai Rp 600 juta. Suap tersebut diduga bermaksud untuk meloloskan Harun Masiku ke dalam Caleg Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan perihal tersebut dalam surat dakwaannya nan dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Menurut JPU, Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan duit kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina untuk mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW Caleg terpilih Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Kasus ini bermulai dari meninggalnya Caleg DPR RI PDIP Dapil Sumsel nomor urut 1 Nazaruddin Kiemas pada 26 Maret 2019. Riezky Aprilia, Caleg PDIP dari dapil nan sama, meraih bunyi terbanyak dengan 44.402 bunyi sah.
Namun, Hasto, ingin menempatkan Harun Masiku di parlemen, memerintahkan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus permohonan PAW di KPU.
"Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku kudu dibantu untuk menjadi personil DPR RI lantaran sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU agar ditetapkan mejadi personil DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang, dan segala perihal mengenai kepengurusan Harun Masiku kepada terdakwa," kata JPU.
Pada 31 Agustus 2019, Hasto berjumpa dengan Wahyu di Kantor KPU untuk membahas usulan pergantian Riezky dengan Harun Masiku. Komunikasi kemudian dilanjutkan oleh Saeful Bahri dengan Agustiani Tio melalui WhatsApp. Wahyu, melalui Agustiani, meminta biaya operasional sebesar Rp1 miliar. Namun, akhirnya Wahyu menerima Rp800 juta, sedangkan Agustiani Tio menerima Rp50 juta.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Jaksa: Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam HP Usai Wahyu Setiawan Ditangkap KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologis awal, keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku. Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam surat dakwaan di sidang perdana Hasto nan duduk sebagai terdakwa.
“Tanggal 9 Januari 2020 nan dilakukan Terdakwa dengan langkah memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022 dan memerintahkan Kusnadi (Staf Hasto) untuk menenggelamkan telepon genggam (ponsel) sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK,” kata JPU KPK di ruang sidang, Jumat (14/3/2025).
JPU KPK mencatat, perintah terdakwa dilakukan dengan langkah menyuruh Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam. Bahwa pada tanggal 26 November 2019, Pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin. Lidik-134/01/11/2019 tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Berupa Penerimaan Hadiah alias Janji.
“Atas Penyelidikan tersebut, Penyelidik menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan bingkisan alias janji oleh Penyelenggara Negara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian melaporkan kepada Pimpinan KPK,” jelas JPU KPK.
JPU KPU menyatakan, atas laporan tersebut pada tanggal 20 Desember 2019 diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin Lidik-146/01/12/2019 mengenai dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan bingkisan alias janji oleh Penyelenggara Negara di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengenai dengan Penetapan Anggota DPR-RI terpilih 2019-2024.
“Selanjutnya Penyelidik KPK melakukan serangkaian tindakan penyelidikan; Pada tanggal 8 Januari 2020, Petugas KPK menerima info perihal komunikasi antara Wahyu Setiawan dengan Agustiani Tio F nan menyampaikan adanya penerimaan duit mengenai dengan rencana Penetapan Harun Masiku sebagai Anggota DPR-RI terpilih 2019-2024, sehingga Petugas KPK mulai mengawasi pergerakan pihak-pihak nan diduga terlibat,” ungkap JPU KPK.
Berawal dari Penangkapan Wahyu Setiawan
JPU KPK merinci, mereka nan diawasi adalah Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah dan Agustiani Tio F. Selang beberapa waktu kemudian Petugas KPK sukses mengamankan Wahyu di Bandara Soekarno-Hatta.
“Pada sekitar pukul 18:19 WIB, Terdakwa mendapatkan info bahwa Wahyu telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK,” beber JPU KPK.
JPU KPK melanjutkan, pada sekitar pukul 18.35 WIB bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta, Harun berjumpa dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto dan atas support Nurhasan, pada jam 18.52 WIB telepon genggam milik Harun tidak aktif dan tidak terlacak.
“Selanjutnya Petugas KPK memantau keberadaan Harun melalui pembaruan posisi telepon genggam milik Nurhasan nan terpantau pada jam 20.00 WIB berbareng dengan Harun berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat berbarengan Kusnadi selaku orang kepercayaan Terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian Petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak sukses menemukan Harun,” JPU KPK menandasi.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka