Fenomena Aneh Di Pusat Bima Sakti: Bukti Baru Kandidat Materi Gelap?

Sedang Trending 15 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
 Bukti Baru Kandidat Materi Gelap? Fenomena misterius di pusat Bima Sakti bisa menjadi petunjuk keberadaan kandidat baru materi gelap.(NASA)

FENOMENA  aneh nan terjadi di pusat Bima Sakti bisa menjadi bukti kuat keberadaan kandidat baru materi gelap. Jika teori ini benar, para intelektual mungkin  melewatkan akibat lembut materi gelap terhadap kimia kosmik.

Kandidat materi gelap nan baru diusulkan ini tidak hanya lebih ringan dibandingkan kandidat hipotetis sebelumnya, tetapi juga dapat saling memusnahkan. Artinya, ketika dua partikel materi gelap bertemu, mereka saling menghancurkan dan menghasilkan partikel bermuatan negatif serta pasangan positifnya, ialah positron.

Proses ini, serta banjir partikel dan positron nan dihasilkannya, dapat memberikan daya nan diperlukan untuk mengionisasi atom-atom netral—proses nan disebut ionisasi—di gas padat di pusat Bima Sakti. Hal ini bisa menjelaskan kenapa terdapat begitu banyak gas terionisasi di wilayah pusat nan disebut Zona Molekuler Pusat (Central Molecular Zone/CMZ).

Meskipun peristiwa pemusnahan materi gelap jarang terjadi, secara logis kejadian ini bakal lebih sering terjadi di pusat galaksi, tempat materi gelap diperkirakan berkumpul.

“Kami mengusulkan bahwa materi gelap nan massanya lebih ringan daripada proton (partikel nan terdapat di inti atom) bisa menjadi penyebab pengaruh tak biasa nan terlihat di pusat Bima Sakti,” kata Dr. Shyam Balaji, peneliti dari King's College London, kepada Space.com. “Tidak seperti sebagian besar kandidat materi gelap nan sering dipelajari melalui pengaruh gravitasinya, corak materi gelap ini mungkin mengungkap keberadaannya dengan mengionisasi gas di CMZ."

Dampak Materi Gelap terhadap Kimia Kosmik

Materi gelap diyakini menyusun sekitar 85% dari total materi di alam semesta. Namun, meskipun jumlahnya melimpah, para intelektual belum bisa "melihat" materi gelap seperti halnya materi biasa. Ini lantaran materi gelap tidak berinteraksi dengan cahaya—atau jika berinteraksi, interaksinya sangat lemah dan jarang terjadi.

Satu-satunya argumen intelektual percaya materi gelap ada adalah lantaran pengaruh gravitasinya nan dapat memengaruhi sinar dan materi biasa. Hal ini mendorong para peneliti untuk mencari partikel di luar Model Standar Fisika Partikel nan dapat menjelaskan materi gelap.

Berbagai kandidat materi gelap telah diusulkan dengan karakter dan massa nan berbeda. Beberapa, seperti kandidat baru ini, diperkirakan dapat saling memusnahkan.

Saat ini, kandidat utama materi gelap adalah axion dan partikel mirip axion, nan mempunyai beragam rentang massa. Namun, Balaji dan timnya telah menyingkirkan axion sebagai penyebab ionisasi gas di CMZ.

“Sebagian besar model axion tidak memprediksi pemusnahan nan menghasilkan pasangan elektron-positron seperti nan dilakukan kandidat materi gelap nan kami usulkan,” jelas Balaji. “Materi gelap nan kami usulkan mempunyai massa di bawah 1 GeV (1 miliar eV) dan saling memusnahkan untuk menghasilkan partikel dan positron."

“Hal ini membuatnya unik lantaran dapat memengaruhi medium antarbintang secara langsung, menciptakan tanda ionisasi tambahan, nan biasanya tidak terjadi pada axion.”

Materi Gelap: Musuh bagi Dirinya Sendiri?

Di CMZ nan sangat padat, positron nan dihasilkan tidak bisa bergerak jauh alias melarikan diri sebelum berinteraksi dengan molekul hidrogen di sekitarnya, melepaskan partikel mereka. Ini membikin proses ionisasi di wilayah pusat galaksi menjadi lebih efisien.

“Masalah terbesar nan coba dijelaskan oleh model ini adalah kelebihan ionisasi di CMZ,” kata Balaji. “Biasanya, gas diionisasi oleh sinar kosmik, tetapi dalam kasus ini, sinar kosmik tidak cukup kuat untuk menjelaskan tingginya tingkat ionisasi nan kita amati.”

Sinar kosmik adalah partikel bermuatan nan bergerak mendekati kecepatan cahaya. Namun, menurut tim Balaji, sinyal ionisasi dari CMZ tampaknya berasal dari sumber nan bergerak lebih lambat dan lebih ringan dibandingkan kandidat materi gelap lainnya.

Jika sinar kosmik nan bertanggung jawab atas ionisasi di CMZ, semestinya ada emisi sinar gamma nan menyertainya. Namun, pengamatan terhadap CMZ tidak menemukan emisi sinar gamma tersebut.

“Jika materi gelap bertanggung jawab atas ionisasi di CMZ, itu berfaedah kita mendeteksi materi gelap bukan dengan melihatnya, tetapi dengan mengawasi dampaknya terhadap kimia gas di galaksi kita,” jelas Balaji.

Ada juga sinar gamma samar dari Pusat Galaksi nan belum terjelaskan. Cahaya ini mungkin mengenai dengan keberadaan positron dan proses ionisasi.

“Jika kita menemukan hubungan langsung antara ionisasi dan emisi sinar gamma ini, itu bisa memperkuat bukti materi gelap,” kata Balaji. “Saat ini, ada beberapa hubungan antara kedua sinyal ini, tetapi kami tetap memerlukan lebih banyak info sebelum bisa membikin konklusi nan lebih kuat.”

Selain itu, model pemusnahan materi gelap ini juga dapat menjelaskan emisi sinar unik dari CMZ nan berasal dari kombinasi positron dan partikel menjadi positronium, nan kemudian dengan sigap terurai menjadi sinar-X.

“Angka-angkanya cocok jauh lebih baik dari nan kami duga. Biasanya, teori materi gelap sering menghadapi masalah lantaran memprediksi sinyal nan semestinya sudah terdeteksi oleh teleskop,” kata Balaji. “Namun dalam kasus ini, tingkat ionisasi nan dihasilkan oleh materi gelap di bawah 1 GeV cocok secara sempurna dengan batas nan telah diketahui, tanpa bertentangan dengan pengamatan sinar gamma dan radiasi latar gelombang mikro kosmik (CMB).”

Balaji juga menambahkan adanya hubungan dengan emisi sinar-X sangat menarik. “Ini adalah situasi nan langka dan menggembirakan dalam penelitian materi gelap,” tambahnya.

Kandidat Materi Gelap Baru: Awal dari Perjalanan Panjang

Kandidat materi gelap nan baru diusulkan ini tetap berada di tahap awal pengembangan teoritis—bahkan belum mempunyai nama keren seperti WIMP (Weakly Interacting Massive Particle) alias MACHO (Massive Compact Halo Object).

Sebagai perbandingan, axion pertama kali diusulkan oleh fisikawan Frank Wilczek dan Steven Weinberg pada tahun 1978. Ini berfaedah tetap banyak pekerjaan nan kudu dilakukan sebelum kandidat baru ini bisa masuk ke daftar utama kandidat materi gelap.

“Kami memerlukan pengukuran ionisasi di CMZ nan lebih akurat. Jika kita bisa memetakan ionisasi dengan lebih tepat, kita bisa memandang apakah distribusinya sesuai dengan nan diprediksi oleh model materi gelap,” kata Balaji.

Bukti lebih lanjut tentang hubungan antara materi gelap nan saling memusnahkan dan emisi asing dari CMZ mungkin bisa ditemukan oleh teleskop luar angkasa COSI (Compton Spectrometer and Imager) milik NASA, nan dijadwalkan diluncurkan pada 2027.

COSI bakal memberikan info nan lebih baik tentang proses astrofisika pada skala MeV (1 juta eV), nan dapat membantu mengonfirmasi alias menolak teori ini.

“Materi gelap tetap menjadi salah satu misteri terbesar dalam fisika, dan penelitian ini menunjukkan bahwa kita mungkin telah mengabaikan akibat kimiawi halusnya terhadap alam semesta,” kata Balaji.

“Jika teori ini benar, itu bisa membuka langkah baru untuk mempelajari materi gelap—bukan hanya melalui gravitasinya, tetapi juga melalui gimana dia membentuk struktur galaksi kita.” (Space/Z-2)

Selengkapnya