ARTICLE AD BOX
Jakarta, leopardtricks.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 30% pada awal tahun ini. Hingga Februari 2025, penerimaan pajak Rp187,8 triliun alias 8,6% dari target.
Penerimaan pajak ini terkontraksi sebesar 30% dibandingkan periode nan sama tahun lampau nan mencapai Rp 269,02 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan pola penurunan ini merupakan perihal nan wajar pada awal tahun, lantaran hilangnya pengaruh akhir tahun ialah Nataru dan pengaruh perlambatan nilai komoditas, seperti batu bara, nikel dan minyak bumi. Selain itu, dia menegaskan info pajak pada bulan Januari 2025 ini tidak bisa dibandingkan dengan penerimaan tahun sebelumnya lantaran ada kebijakan tarif efektif rata-rata (TER), relaksasi dan restitusi nan signifikan.
Adapun penerapan TER PPh 21 atas penghasilan bayaran pegawai sejak Januari 2024 mengakibatkan lebih bayar Rp 16,5 triliun pada tahun 2024. Namun, Anggito berkilah tanpa lebih bayar semestinya penerimaan PPh 21 pada 2025 ini lebih tinggi dibandingkan periode nan sama tahun lalu.
"Pada 2024 ada lebih bayar, lebih bayarnya jika kita hitung antara nan biru dan merah tahun 2024 angkanya Rp16,5 triliun. 2025 lantaran adanya pengaruh lebih bayar, jika itu diklaim kembali alias dinormalisasi pada Januari dan Februari, maka sebetulnya rata-rata PPh 2025 lebih tinggi dari periode nan sama pada tahun 2024," ungkapnya dalam konvensi pers APBN KITA, Kamis (13/3/2025).
"Jadi ada kebijakan nan baru pertama kali dilaksanakan tahun 2024, namanya Tarif Efektif Rata-Rata. Jadi jika Anda menghitung cash memang menurun," katanya.
Kemudian, mengenai dengan relaksasi, pemerintah melakukan kebijakan relaksasi PPN DN selama 10 hari. Dengan demikian, PPN DN pada Januari dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.
"Apabila dinormalisasikan nan tidak ada di 2024, maka rata-rata PPN Desember 2024-Februari 2025 Rp 69,5 triliun dibandingkan periode nan sama itu Rp 64,2 triliun, jadi tetap tumbuh 8,3%," kata Anggito.
Lalu, penurunan setoran pajak juga disebabkan oleh adanya perlambatan penerimaan PPh pasal 25 Badan seiring. Perlambatan ini dipicu oleh penurunan nilai komoditas nan berpengaruh pada penerimaan.
"Ini kondisinya cukup normal tidak ada anomali sama sekali. Setoran PPh 25 tetap ikut pola normal meskipun sedikit adanya perlambatan lantaran aspek eksternal penurunan harga-harga komoditas," tegasnya.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: APBN Kantongi Rp 33,39 T Pajak Kripto-Pinjol di Akhir Januari
Next Article Data Sri Mulyani Ungkap Situasi Perusahaan di RI Terkini, Simak!