ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Rusia buka bunyi soal persetujuan Ukraina untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata dengan pihak Moskow setelah mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat (AS). Pandangan Rusia ini langsung disampaikan Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Rabu waktu setempat.
Dalam pernyataannya, Peskov mengatakan bahwa Moskow perlu mendengar lebih banyak rincian tentang rencana tersebut dari negosiator AS. Baru setelahnya, negeri itu dapat sepenuhnya memutuskan apakah perjanjian gencatan senjata nan diusulkan dapat diterima alias tidak.
"Kami telah menjadwalkan kontak dengan pihak Amerika dan kemudian kita lihat saja. Kami mempelajari dengan seksama pernyataan nan dibuat sebagai hasil (perundingan), kami bakal membiasakan diri dengan teks pernyataan berbareng nan diadopsi di Jeddah," katanya dikutip NBC News, dikutip Kamis (13/3/2025).
"Kami bakal membiasakan diri dengan teks pernyataan berbareng nan diadopsi di Jeddah. Kami melanjutkan dari kebenaran bahwa, seperti nan dikatakan kemarin di Jeddah, Menteri Luar Negeri Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Waltz bakal memberi tahu kami melalui beragam saluran hari ini tentang rincian negosiasi nan berjalan dan kesepahaman nan dicapai," tambahnya.
Lebih lanjut, Peskov mengisyaratkan bahwa Moskow tidak mengesampingkan panggilan telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Donald Trump mengenai masalah tersebut. Jika kebutuhan seperti itu muncul, tegasnya, perihal tersebur pasti bakal diatur dengan sangat cepat.
"Saluran perbincangan nan ada dengan pihak Amerika memungkinkan perihal ini dilakukan dengan cukup cepat," tuturnya.
Sebelumnya, pembicaraan antara pejabat AS dan Ukraina di Arab Saudi pada hari Selasa berhujung dengan Ukraina menyetujui gencatan senjata langsung selama 30 hari nan dinegosiasikan oleh AS. Kyiv berambisi bahwa Rusia juga kudu menerima tindakan tersebut.
Sebagai bagian dari rencana tersebut, AS bakal mencabut jarak support militernya ke Ukraina dan memulai kembali pembagian intelijen nan juga telah dihentikan dalam beberapa minggu terakhir. Setelah pembicaraan hari Selasa, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan bahwa keputusan sekarang ada di tangan Rusia.
Hubungan AS dan Rusia mulai mendingin tatkala Presiden Trump berkuasa. Trump diketahui rutin mengkritisi langkah pendahulunya, Joe Biden, dalam mengisolasi Rusia.
Di sisi lain, ketegangan antara Washington dan Kyiv sementara itu meningkat. Eskalasi keduanya akhirnya meletus pada akhir Februari dalam adu mulut antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih.
Reaksi Beragam
Sejauh ini, sebenarnya ada reaksi beragam dari pejabat senior Rusia lainnya. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan bahwa Rusia tidak bakal dipaksa untuk bertindak setelah pembicaraan AS-Ukraina tersebut.
"Penetapan posisi Federasi Rusia tidak terjadi di luar negeri lantaran beberapa perjanjian alias upaya dari beberapa pihak. Penetapan posisi Federasi Rusia terjadi di dalam Federasi Rusia," katanya, menurut terjemahan NBC News lagi.
Sementara itu, Konstantin Kosachev, Ketua Komite Urusan Internasional Majelis Tinggi Parlemen Rusia, pada hari Rabu mengatakan bahwa kesepakatan apa pun bakal sesuai dengan ketentuan Moskow. Dan, tegasnya, ini bukan ketentuan Washington.
"Rusia sedang maju (di Ukraina), dan lantaran itu bakal berbeda dengan Rusia. Kesepakatan nyata tetap ditulis di sana, di garis depan. nan semestinya mereka pahami di Washington juga," ujarnya.
Putin Dilema
Di sisi lain,analis jasa UkraineAlert milik Atlantic Council, Peter Dickinson, mengatakan bahwa jika Putin memutuskan untuk tidak mendukung dorongan gencatan senjata sementara, nan digagas Trump, itu bakal secara dramatis mengubah pandangan perang dan menempatkan Rusia sebagai halangan utama bagi perdamaian.
"Ini menempatkan Putin dalam dilema. Meskipun menderita kerugian besar di medan perang, pasukannya terus maju perlahan tapi pasti di Ukraina. Sementara itu, perubahan dramatis baru-baru ini dalam kebijakan luar negeri AS telah meningkatkan rasa percaya dirinya bahwa koalisi internasional nan mendukung upaya perang Ukraina akhirnya terpecah," kata Dickinson.
"Oleh lantaran itu, Putin kemungkinan besar bakal enggan untuk menerima seruan AS untuk gencatan senjata segera. Pada saat nan sama, dia tahu bahwa jika dia menolak tawaran perdamaian Trump, perihal ini kemungkinan bakal menggagalkan pemulihan hubungan AS-Rusia nan telah diisyaratkan oleh pemerintahan baru AS sejak Januari," jelasnya.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump-Putin Dituduh Bersekongkol Setop Bantuan ke Ukraina
Next Article Rusia Menggila, Putin Tembak 120 Rudal & 90 Drone ke Ukraina