ARTICLE AD BOX

KEMENTERIAN Agama (Kemenag) mencatat nomor perceraian mencapai 251.828 kasus pada 2024. Menurut Dirjen Bimas Islam Kemenag Abu Rokhmad, tingginya nomor perceraian, kata dia, menunjukkan banyak pasangan belum siap membangun rumah tangga nan harmonis. Pihaknya pun bakal menambah penyedia untuk memberikan pendampingan.
“Ditambah dengan meningkatnya pengecualian pernikahan anak, serta kebenaran bahwa 1 dari 5 wanita mengalami KDRT, kita perlu intervensi serius agar family Indonesia lebih kuat dan sejahtera,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (13/3).
Selain itu, persoalan gizi dan kesehatan ibu-anak juga menjadi perhatian serius. Menurut info Kemenag, prevalensi stunting tetap berada di nomor 21,5% pada 2023, sementara nomor kematian ibu dan bayi juga tetap tinggi.
“Ketahanan family adalah kunci utama dalam membangun masyarakat nan lebih baik,” ujar Rokhmad.
Untuk itu, Kemenag bakal memperluas jangkauan penyedia Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) serta penguatan jasa pascapernikahan (after marriage service). Hal itu dibahas berbareng Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) berbareng Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU.
Abu Rokhmad menekankan pentingnya peran penyedia dalam mendampingi remaja dan pasangan muda agar lebih siap menghadapi kehidupan berkeluarga. Saat ini, jumlah penyedia BRUS tetap terbatas, sehingga diperlukan upaya memasifkan program ini agar dapat menjangkau lebih banyak daerah.
“Program jasa pascapernikahan ini kudu bisa memberi pengarahan nan konkret, mulai dari relasi selaras dalam rumah tangga, pengelolaan finansial keluarga, hingga konsultasi bagi pasangan suami istri,” jelasnya.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Cecep Khairul Anwar menjelaskan, saat ini terdapat 4.513 penyedia nan tersebar di 2.808 KUA kecamatan. Padahal, jumlah total KUA di Indonesia mencapai 5.917 unit. Artinya, tetap ada ribuan KUA nan belum mempunyai fasilitator.
"Ini menjadi perhatian utama untuk memperkuat jasa pengarahan bagi calon pengantin maupun remaja,” ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya mau memastikan setiap KUA mempunyai fasilitator. “Kami mau memastikan bahwa setiap KUA mempunyai penyedia nan siap memberikan pengarahan bagi calon pengantin maupun remaja usia sekolah. Ini bagian dari upaya Kemenag dalam membangun ketahanan family sejak dini,” tambah Cecep.
Lakpesdam PBNU turut berkedudukan dalam memastikan jasa KUA lebih inklusif, terutama dalam mencegah perkawinan anak dan mendukung golongan rentan. Senior Program Officer Lakpesdam PBNU Musliha Rofik menjelaskan, salah satu upaya utama nan dilakukan adalah penyusunan Buku Panduan Layanan KUA nan Inklusif dengan pendampingan dari para ahli.
Selain itu, program training bagi petugas KUA di Tojo Una-Una, Sorong, dan Lembata juga menjadi bagian dari strategi ini. “Kami mau memastikan jasa KUA lebih ramah terhadap golongan rentan dan lebih aktif dalam upaya pencegahan perkawinan anak,” ungkap Musliha.
Selain pelatihan, Musliha menyebut program ini juga mencakup asistensi kepada penyedia jasa KUA agar mereka lebih responsif terhadap beragam rumor sosial, termasuk perkawinan anak.
Musliha mengatakan, program ini dijadwalkan melangkah dari Mei hingga Agustus 2025, mencakup workshop, konsultasi pembuatan modul, serta pengarsipan perubahan praktik jasa di KUA.
“Pelaksanaan Bimbingan Teknis BRUS dan Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin juga menjadi bagian dari kerja sama ini. Targetnya, setiap wilayah mempunyai 20 peserta nan siap mengimplementasikan pengarahan remaja dan calon pengantin di komunitasnya,” tambahnya.
Musliha berharap, sinergi antara Kemenag dan Lakpesdam PBNU dapat memperluas jangkauan jasa bimbingan, sehingga lebih banyak remaja, pasangan muda, dan golongan rentan mendapat pendampingan nan dibutuhkan. “Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan family nan lebih berkualitas, harmonis, dan handal di Indonesia.” tandasnya. (H-4)