Periode Masa Jabatan Banyak Disoal Dalam Sengketa Pilkada, Mk Diminta Putuskan Dengan Adil

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
Periode Masa Jabatan Banyak Disoal dalam Sengketa Pilkada, MK Diminta Putuskan dengan Adil Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(MI/Devi Harahap)

TAFSIR periode masa kedudukan seseorang menjadi kepala wilayah menjadi salah satu dalil persoalan nan muncul dalam Perselisihan  Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP-kada) tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Tercatat, ada tiga perkara mengenai perihal tersebut nan diperkarakan di MK.  

Tiga perkara tersebut dari dari perkara Pilkada Kabupaten Tasikmalaya (132/PHPU.BUP-XXIII/ 2025), perkara Perselisihan Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara (195/PHPU.BUP-XXIII/2025) dan perkara Perselisihan Pilkada Kabupaten Bengkulu Selatan (68/PHPU.BUP-XXIII/ 2025).

Advokat Donal Fariz mengatakan jika MK menghitung penjabat (Pj) alias posisi Wakil Bupati nan menjalankan tugas sebagai Bupati menjadi bagian dari kedudukan definitif, perihal tersebut bakal menimbulkan kerancuan secara hukum.

“Sebagaimana ketentuan Pasal 162 UU Pilkada, penghitungan masa kedudukan dimulai sejak pelantikan lantaran posisi tersebut tidak dapat dipersamakan dengan kedudukan definitif,” ujar Donal dalam keterangannya pada Senin (24/2). 

Donal menilai salah satu persoalan penghitungan masa kedudukan nan berujung menjadi sengketa di MK dimulai dalam pertimbangan perkara MK Nomor 129/ PUU-XXII/2024 nan turut menyertakan masa kedudukan (Pjs alias Plt sebagai bagian dari kalkulasi masa jabatan. 

Menurut Donal, pertimbangan dalam putusan tersebut berbenturan dengan pertimbangan norma dalam Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 nan diajukan oleh Bima Arya dkk dan Permohonan dalam Perkara Nomor 27/ PUU-XXII/2024 nan diajukan oleh Moh Ramdhan Pomanto dkk

“Berdasarkan norma Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016, kepala daerah/wakil kepala wilayah diberikan masa untuk menjabat selama 5 (lima) tahun nan penghitungannya dimulai sejak kepala daerah/wakil kepala wilayah tersebut dilantik,” tukasnya. 

Atas dasar itu, Donal menilai secara umum, kalkulasi masa kedudukan kepala daerah/wakil kepala wilayah dimulai sejak pelantikan, bukan berasas waktu pemilihan alias pemungutan bunyi dilaksanakan selain nan secara tegas diatur dalam norma tertentu.

“Bahwa masa kedudukan tersebut tidak genap 5 (lima) tahun. Hal nan telah diketahui oleh kepala daerah/wakil kepala wilayah sejak sebelum mencalonkan dalam pemilihan kepala daerah,” ujar Donal nengutip putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-XXI/2023. 

Jika saja MK menggunakan pertimbangan Putusan Nomor 129/PUU-XXII/ 2024 dalam perkara Tasikmalaya, Kutai Kartanegara dan Bengkulu Selatan, maka secara aktual kedudukan nan disebut “dua periode” tersebut hanya dijalani selama 6 tahunan saja. 

Terlebih lagi lanjut Donal, kepala wilayah hasil pilkada 2020 hanya menjalani selama kurang dari 4 tahun masa kedudukan disebabkan lantaran pemotongan masa kedudukan akibat politik norma pilkada serentak 2024. 

“Jangka waktu ini apalagi jauh lebih singkat dari satu periode kedudukan Kepala Desa nan mencapai 8 tahun,” kata Donal.  

Menurut Donal, perihal tersebut menciptakan ketidakadilan dan ketidakpastian secara norma serta merugikan Kepala Daerah dan masyarakat nan telah memilih kepala wilayah tersebut. (Dev/P-3) 

Selengkapnya