ARTICLE AD BOX
Jakarta, leopardtricks.com - Beras oplosan tengah jadi perbincangan hangat saat ini. Setelah pemerintah mengungkapkan praktik-praktik curang oleh sejumlah pengusaha beras.
Di antaranya, beras tidak sesuai standar nan ditetapkan pemerintah, juga klaim nan tak sesuai dengan label pada kemasan. Saat ini, Satgas Pangan Polri tengah melakukan investigasi lanjut atas temuan lapangan berbareng oleh Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), Satgas Pangan, Kejaksaan dan pihak mengenai lainnya.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, hasil temuan pemerintah mengenai beragam merek beras premium nan tidak sesuai mutu dan label alias acapkali disebut beras oplosan itu, menjadi konsentrasi perbaikan dalam tata niaga perberasan nasional saat ini. Dia pun mendorong produsen beras premium agar berbenah dan mengimbau masyarakat lebih jeli memilih beras sesuai preferensinya.
"Tapi tak usah khawatir, masyarakat silakan shopping beras. Apalagi jika berasnya ada brand-nya. Kalau ada brand, itu artinya silahkan dikoreksi jika ada ketidaksesuaian," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (18/7/2025).
"Jadi langkah masyarakat memandang beras sebelum membeli, bisa secara visual, jika banyak butir patahnya, itu nyaris pasti adalah jenis beras medium lantaran maksimal 25 persen butir patahnya. Tapi jika butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," tambah Arief.
Beras Pasti Dicampur Tapi Ada Aturannya
Arief lampau menjelaskan, pencampuran alias mengoplos beras memang praktik nan dilakukan dalam perberasan. Yaitu, mencampur butir patah dan butir kepala.
Tapi, tegasnya, praktik itu kudu dilakukan sesuai ketentuan standar mutu nan ditetapkan pemerintah.
"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah jika beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini lantaran kualitas. Ini nan kudu dijaga," terang Arief.
"Di beras, kita punya pemisah maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," paparnya.
Saat ini, sambungnya, sudah ada ketentuan kelas mutu beras premium dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No 2/2023.
Untuk beras premium kudu mempunyai kualitas antara lain mempunyai butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1%, butir gabah dan barang lain kudu nihil.
Ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 juga menetapkan beras premium nonorganik dan organik kudu mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50%, butir kepala minimal 85,00%, butir menir maksimal 0,50%, butir merah/putih/hitam maksimal 0,50%, butir rusak maksimal 0,50%, butir kapur maksimal 0,50%, barang asing maksimal 0,01%, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.
"Kalau istilah oplosan itu condong berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp8.000, lampau dijual dengan nilai Rp15.000. Nah itu maksudnya oplos," kata Arief.
"Praktik oplos nan tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini lantaran beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran," tambahnya menegaskan.
Beras SPHP Dilarang Dicampur-campur
Beras SPHP, katanya, merupakan beras medium. Namun, imbuh dia, beberapa waktu lampau kualitas beras SPHP memang sempat sangat baik, lantaran broken-nya hanya 5%.
"Ini nan dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain. Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang kudu jelas, terregistrasi secara digital," ucap Arief.
"Beras SPHP dengan bungkusan 5 kilogram kudu menyasar langsung ke masyarakat dengan nilai Rp12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," tegasnya.
Penjualan Beras SPHP Lewat Koperasi Merah Putih
Saat ini, sambungnya, pemerintah berkomitmen lewat pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk dijadikan outlet penyaluran beras SPHP nan resmi.
"Pada 21 Juli mendatang, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih bakal diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto nan menandakan pula dimulainya kanal penyaluran beras SPHP ke masyarakat," ujarnya.
"Pengawasan terhadap pengedaran beras SPHP telah kita tingkatkan. Bulog menggandeng Satgas Pangan, baik Polri maupun TNI. Masyarakat pun juga dapat membantu pengawasan mengenai aspek harga, kualitas beras sampai praktik tak wajar di pasaran jika ada," sebut Arief.
Dalam keterangan nan sama, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menuturkan strategi pengawasan terhadap penyaluran beras SPHP saat ini dapat dipantau secara digital.
Dijelaskan, sebagai tindak lanjut penugasan dari NFA, pihaknya telah mengoperasikan aplikasi Klik SPHP nan mana mewajibkan pengecer nan mau mendapatkan pasokan beras SPHP kudu terdaftar dan tersertifikasi terlebih dahulu.
"Setelah badan upaya jelas dan izinnya lengkap, baru diperbolehkan memesan beras SPHP. Apabila tidak mematuhi ketentuan, sanksinya cukup berat dan hukumannya bisa sampai 5 tahun penjara. Beras SPHP juga tidak boleh dijual di pasar modern," jelas Rizal saat melakukan tinjauan ke Pasar Setono Betek, Kota Kediri, Jawa Timur (15/7/2025).
Foto: Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (Dok. Bapanas)
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (Dok. Bapanas)
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kantor Tito Sorot Harga Beras Naik, di Jakarta Hari Ini Lampaui HET