Deal Dagang Ri-as Bisa Bikin China Tersingkir, Ini Analisanya!

Sedang Trending 18 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM mencatatkan China menduduki posisi ketiga terbesar realisasi investasi asing di kuartal kedua tahun 2025 sebesar US$ 3,6 miliar dari total penanaman modal asing (PMA) Rp 202,2 triliun.

Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede menilai investasi China ke Indonesia berpotensi tertekan akibat kesepakatan jual beli antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pasalnya, kesepakatan ini mendorong pergeseran konsentrasi kebijakan investasi Indonesia, nan selama ini cukup terbuka terhadap investasi asal China.

"Joint agreement dengan AS nan melibatkan peningkatan investasi dan pengurangan surplus perdagangan bilateral, termasuk peningkatan impor produk daya dan pertanian serta komitmen investasi nan lebih besar, kemungkinan besar bakal menggeser konsentrasi kebijakan investasi Indonesia nan selama ini cukup terbuka terhadap investasi asal China," ujar Josua kepada CNBC Indonesia, Kamis (31/7/2025).

Namun, menurut Josua perihal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan secara berlebihan, mengingat diversifikasi investasi melalui perjanjian dengan AS justru memperkuat posisi tawar Indonesia di mata penanammodal global.

"Yang krusial adalah memastikan bahwa kebijakan investasi tetap terbuka, tidak diskriminatif, serta bisa menjaga keseimbangan hubungan strategis dengan kedua kekuatan ekonomi besar tersebut, ialah AS dan China," ujarnya.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual menjelaskan bahwa meski perjanjian ini membuka kesempatan baru dengan AS, dampaknya terhadap minat investasi China belum bisa dipastikan sepenuhnya.

Seperti diketahui, investasi China sebagian besar terkonsentrasi di industri hilirisasi logam. Namun, akibat terhadap potensi investasi tetap belum jelas.

Pasalnya, dalam kesepakatan berbareng antara Indonesia dengan AS juga terdapat perjanjian mengenai patokan asal peralatan (rules of origin) untuk mencegah praktik transhipment. Namun, hingga saat ini patokan tersebut tetap dikaji.

"Investasi China sebagian besar terkonsentrasi di industri hilirasi logam, namun dampaknya terhadap potensi investasi China belum dapat dikatakan secara pasti. Karena hasil perjanjian tersebut juga menyebut bakal disusun patokan rules of origin nan dapat menentukan syarat produk transhipment nan dapat terkena tarif tambahan," ujar David kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/7/2025).

Walaupun potensi halangan dari rules of origin dan tarif transhipment menjadi perhatian, David menilai dampaknya tidak bakal eksklusif terhadap Indonesia saja. Menurutnya, negara-negara lain nan menjadi tujuan investasi China juga bakal menghadapi akibat serupa, sehingga posisi Indonesia tidak sepihak.

"Namun bukan hanya Indonesia saja nan bakal terkena tarif transhipment, sementara China tetap memerlukan market untuk berinvestasi, sehingga minat investasi China bakal tetap ada," ujarnya.

Berdasarkan info Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM realisasi PMA terbanyak berasal dari Singapura US$ 8,8 miliar di urutan pertama dan diikuti oleh Hong Kong sebesar US$ 4,6 miliar. Posisi ketiga China sebesar US$ 3,6 miliar dan keempat, Malaysia sebesar US$ 1,7 miliar. Kemudian terakhir, ada Jepang dengan realisasi investasi US$ 1,6 miliar.

Dari sisi sektoral, realisasi investasi asing terbanyak berada di Industri Logam Dasar, Barang Logam, bukan mesin dan peralatannya US$ 7,3 Miliar (27,0%), Pertambangan US$ 2,4 Miliar (8,9%), Jasa Lainnya US$ 2,2 Miliar (8,1%), Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi US$ 1,7 Miliar (6,3%) dan Industri Kimia dan Farmasi US$ 1,6 Miliar (5,9%).


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Hati-hati! Investasi Asing Lesu, Target Indonesia Maju Terancam

Selengkapnya