Legislator Pkb Dorong Revisi Uu Mk Soal Putusan Pemilu Dipisah

Sedang Trending 8 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Muhammad Khozin, mendorong Revisi Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK) menyikapi putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemilu nasional dan wilayah dipisah. Khozin mengatakan DPR RI berkesempatan untuk merevisi UU MK agar ada batas nan mengatur.

Ia mengatakan keputusan-keputusan MK bisa menghasilkan preseden jelek tanpa ada ujungnya. Ia menilai wacana revisi UU MK itu bisa didiskusikan.

"Mungkin saja, mungkin saja. Mungkin sangat mungkin ya," kata Khozin setelah menghadiri obrolan Fraksi PKB mengenai pemilu berbareng Ketua KPU hingga Bawaslu di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khozin mengatakan DPR memerlukan waktu nan tak sejenak untuk membentuk undang-undang. Tapi pada kenyataannya, kata dia, MK justru membatalkan dengan membentuk norma baru.

"Kita memproduk satu UU itu bisa setahun, dua tahun, effort-nya luar biasa. Sementara MK nunggu di ujung kemudian dengan pemahamannya, dengan kepercayaan tafsirnya sendiri kemudian membatalkan membikin norma baru," katanya.

Sikap Fraksi PKB

Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menyikapi sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut MK sering kali menghasilkan keputusan nan kontroversial.

Hal itu disampaikan Jazilul dalam obrolan publik Fraksi PKB DPR RI berjudul 'Proyeksi Desain Pemilu Pasca Putusan MK' di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Jazilul awalnya mencontohkan kontroversi soal putusan pemilu nasional dan wilayah dipisah.

"Ada personil DPRD tingkat II PKB nanya ke saya, 'Pak Jazil, jangan diubah ini (putusan MK) lantaran saya dapet bingkisan II tahun'. Woh, nggak ada nan bisa mengubah di negeri ini, ini sudah keputusan Mahkamah Konstitusi. Cuma maksud saya, keputusan-keputusan nan dibuat oleh Mahkamah Konstitusi dengan 9 orang pengadil konstitusi sering kali itu menjadi kontroversi," kata Jazilul.

Kemudian dia menyinggung putusan MK mengenai usia wakil presiden sebagai persyaratan pencalonan pilpres nan diubah. Ia menilai putusan MK itu menimbulkan kontroversi dan tak menghitung akibat lebih luas.

"Saya tidak mengatakan final dan banding kemudian kita tidak akui, tapi kontroversi. Dan itu muncul di Mahkamah nan di situ putusannya nggak bisa lagi dibanding lagi. Sudah final, tapi kontroversi," ujar Jazilul.

"Umur usia presiden, wakil presiden, kemarin juga sama, pendidikan dasar dan menengah. Jadi tidak menghitung finansial negara dan runutan di dalam semua sistem," tambahnya.

Ia mengatakan MK kerap membikin norma baru. Jazilul mengatakan kewenangan MK adalah penjaga konstitusi, bukan ikut mengatur konstitusi nan dibuat oleh DPR RI.

"Bahwa MK mempunyai kewenangan untuk memutuskan itu. Di luar kontroversi, MK itu open legal policy alias negative legislation. Dan dia mengaku sebagai guardian of constitution, gitu ya," ujar Jazilul.

"Kalau dia penjaga, ya nggak usah ngatur. Ini penjaga tapi ikut ngatur. Dia menyebut dirinya guardian of constitution. Dia menjadi penjaga konstitusi MK. Nah, kok, banyak keputusannya bukan hanya menjaga. Ikut ngatur pula," imbuhnya.

(dwr/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Selengkapnya