ARTICLE AD BOX
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menolak permintaan Israel untuk mencabut alias membatalkan surat perintah penangkapan nan dikeluarkan untuk Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant.
ICC juga menolak permintaan Tel Aviv untuk menangguhkan penyelidikan nan sedang berjalan terhadap dugaan tindak kejahatan di wilayah-wilayah Palestina nan diduduki.
Dalam putusannya pada Rabu (16/7), seperti dilansir instansi buletin Anadolu Agency, Jumat (18/7/2025), Majelis Pra-Sidang I (Pre-Trial Chamber I) pada ICC menyatakan telah menolak dua permintaan Israel nan diajukan pada 9 Mei lalu. Pre-Trial Chamber I merupakan majelis di ICC nan memainkan peran krusial dalam tahap awal proses ICC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu permintaan Tel Aviv kepada ICC adalah meminta pencabutan, pembatalan, alias penghapusan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant. Satu permintaan lainnya menuntut penangguhan penyelidikan jaksa penuntut ICC terhadap situasi di wilayah Palestina.
Pengadilan menolak argumen Israel bahwa ICC tidak mempunyai yurisdiksi atas kejahatan nan dilakukan di wilayah Palestina, nan menegaskan kembali putusan-putusan sebelumnya.
Ditambahkan oleh ICC bahwa putusan Majelis Banding pada 24 April lampau tidak dapat ditafsirkan sebagai upaya melemahkan yurisdiksi pengadilan.
Menurut putusan tersebut, "penangguhan investigasi hanya bertindak andaikan suatu negara menggugat penerimaan suatu kasus", berasas pasal 19 ayat (7) Statuta Roma -- nan menjadi dasar pembentukan ICC. Para pengadil ICC mencatat bahwa Israel tidak mengusulkan gugatan semacam itu mengenai penerimaan kasus.
Majelis Pra-Sidang I pada ICC juga menolak permintaan Israel untuk menyangkal kesempatan bagi Palestina menyampaikan pandangannya, dengan menegaskan bahwa pengadilan telah mempunyai info nan cukup dan tidak memerlukan pengajuan tambahan.
ICC memutuskan pada 5 Februari 2021 bahwa Palestina adalah Negara Pihak Statuta Roma dan bahwa yurisdiksi pengadilan meluas hingga ke Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, wilayah nan diduduki Israel sejak tahun 1967.
Kantor kejaksaan ICC secara resmi membuka penyelidikan terhadap situasi di Palestina pada 3 Maret 2021. Israel menggugat yurisdiksi ICC berasas pasal 19 ayat (2) Statuta Roma pada 23 September 2024, dan menyangkal adanya kejahatan perang di Jalur Gaza.
Majelis Pra-Sidang ICC kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant pada 21 November 2024, mengenai dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pada 24 April 2025, Majelis Banding ICC membatalkan putusan prosedural sebelumnya nan menolak keberatan Israel lantaran dianggap prematur, dan merujuk masalah tersebut kembali ke Majelis Pra-Sidang untuk putusan substantif.
Dalam putusannya pada Rabu (16/7), para pengadil ICC menegaskan bahwa gugatan yurisdiksi nan diajukan Israel terhadap surat perintah penangkapan tetap tertunda dan surat perintah penangkapan itu bakal tetap bertindak sampai pengadilan memutuskan masalah tersebut secara khusus.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini