ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Ketika Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan bahwa "yang krusial bagi saya adalah rakyat saya. Saya kudu lindungi pekerja-pekerja kita," dalam konteks negosiasi tarif ekspor dengan Amerika Serikat, banyak nan mengira itu hanya retorika seorang kepala negara. Namun kebenaran di lapangan menunjukkan, pernyataan itu lebih dari sekadar kata-kata, itu adalah arah kebijakan.
Tarif ekspor ke AS bagi produk Indonesia sempat direncanakan sebesar 32% oleh Presiden AS Donald Trump. Angka ini menakut-nakuti keberlangsungan sektor-sektor padat karya seperti dasar kaki, garmen, dan produk berbahan kayu, sebagai sektor nan menyerap jutaan tenaga kerja Indonesia, kebanyakan di antaranya wanita dan pekerja berilmu menengah ke bawah.
Namun berkah pendekatan negosiasi nan pragmatis dan berorientasi pada perlindungan di dalam negeri, pemerintah sukses menekan tarif menjadi 19%. Menurut laporan Macquarie Sekuritas Indonesia (17 Juli 2025), ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif terendah kedua di ASEAN untuk ekspor ke AS, setelah Singapura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari sekadar angka, penurunan tarif ini menyelamatkan banyak pekerja formal. Riset Macquarie juga menyebut sektor busana dan aksesoris, dasar kaki, serta peralatan listrik menyumbang sekitar 42% dari total ekspor Indonesia ke AS. Tarif nan lebih ringan menjaga agar pesanan dari buyer internasional tidak beranjak ke negara lain.
Berdasarkan info Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, sektor industri busana jadi, kulit dan dasar kaki, serta peralatan listrik mencerminkan dinamika dan kekuatan ekonomi riil Indonesia dalam menyerap tenaga kerja.
Sektor industri busana jadi tercatat menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di antara ketiganya, dengan jumlah mencapai 2.841.936 orang. Angka ini menegaskan bahwa industri garmen tetap menjadi tulang punggung industri padat karya nasional, berkontribusi besar terhadap ekspor dan penyerapan tenaga kerja wanita di wilayah perkotaan dan pinggiran area industri.
Sementara itu, sektor industri kulit, peralatan dari kulit dan dasar kaki menempati posisi kedua dengan 921.086 pekerja. Sektor ini dikenal sebagai bagian dari rantai pasok dunia industri dasar kaki, di mana Indonesia menjadi salah satu eksportir utama.
Kinerja sektor ini sangat sensitif terhadap kebijakan tarif jual beli internasional, menjadikannya sektor strategis dalam negosiasi perdagangan bilateral, seperti dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Di sisi lain, sektor Industri Peralatan Listrik nan mencakup produksi barang-barang elektrifikasi rumah tangga dan industri, mencatat 162.567 tenaga kerja. Sektor ini menunjukkan tren pertumbuhan tenaga kerja nan stabil selama dasawarsa terakhir, seiring meningkatnya investasi di bagian manufaktur berbasis teknologi.
Mereka inilah nan kudu dilindungi dalam menjaga daya saing ekspor lewat negosiasi tarif nan strategis. Langkah pemerintah sudah tepat.
Jika tarif tetap di nomor 32%, dampaknya bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja massal. Dalam suasana dunia nan makin proteksionis dan ketat, keputusan Prabowo untuk menjadikan perlindungan tenaga kerja sebagai fondasi diplomasi jual beli adalah langkah berani dan sangat manusiawi.
Bukan hanya menjaga ekspor, kebijakan ini menjaga martabat rakyat. Karena ketika seorang ibu pekerja pabrik sepatu di Majalengka, seorang perajin rotan di Cirebon, alias seorang penjahit di Solo tetap bisa membawa pulang gaji, itu bukan lantaran nomor defisit neraca dagang, tapi lantaran negara memilih untuk melindunginya.
Inilah corak diplomasi baru: bukan sekadar tentang nilai perdagangan, tapi tentang keberlanjutan hidup manusia. Dan Prabowo menempatkan rakyat di tengah meja perundingan.
Agung Baskoro. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis.
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini