ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Marketplace alias e-commerce sekarang bakal ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dari para pedagang online nan mempunyai omzet per tahun mencapai Rp 500 juta.
Ketentuan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace terhadap para pedagang online itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 dengan tarif hanya sebesar 0,5%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, sistem pemungutan nan bakal dilakukan oleh marketplace kepada para pedagang online dia melalui publikasi invoice saat setiap transaksi.
"Nah itu, mekanismenya adalah ya kelak ketika ada peralatan nan laku, biasanya kan menerbitkan invoice kan ya, pagihan kan, pada marketplace. Nah itu dasarnya nan digunakan oleh marketplace untuk mengenakan 0,5%," kata Rosmauli dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025)
Sebelum pemungutan dilakukan, para pedagang online nan telah mempunyai omzet Rp 500 juta ke atas kudu membikin surat pernyataan agar bisa dipungut oleh otomatis PPh Pasal 22 nya oleh e-commerce. Surat pernyataan itu disampaikan ke marketplace tempatnya berjualan.
"Kalau dia omzetnya sudah di atas Rp 500 juta, ya dengan sistemnya tetap self-assessment, lantaran nan paling tahu omzetnya sudah berapa, itu kan pedagang ya, mercen dalam perihal ini, dia bakal ngitung sendiri," ucap Rosmauli.
"Jadi memang dibutuhkan kejujuran dari para mercen ini untuk ngitung sendiri. Ternyata omzet saya nih sampai dengan kelak ketika diberlakukan implementasi, sudah Rp 500 juta gitu ya. Nah dia bikin surat pernyataan. Kalau dia hitung, oh belum 500 juta. Dia juga bikin pernyataan, omset saya belum 500 juta, jangan dipotong dong, nah itu mekanismenya," paparnya.
Meskipun para pedagang online mempunyai kewenangan penuh untuk menghitung omzetnya, Rosmauli mengingatkan, Ditjen Pajak tentunya kelak bakal melakukan pengawasan apakah pelaporan nan disampaikan sesuai dengan transaksi riilnya maupun penghasilan pertahunnya.
"Kita punya data, banyak info pihak ketiga, termasuk marketplace ini kan pihak ketiga juga nan membantu Direktorat Jenderal Pajak, dari pelaporan nan dilakukan oleh marketplace kita kan bisa tahu. Jadi ya memang intinya agar tidurnya nyenyak ya memang kudu menghitung dengan benar," paparnya.
Sebagaimana diketahui, dalam PMK 37/2025 disebutkan bahwa PPh Pasal 22 nan bakal dipungut marketplace terhadap para pedagang onlinenya, terdiri dari pedagang online perorangan alias merupakan wajib pajak orang pribadi maupun perusahaan alias wajib pajak badan.
Untuk pedagang online nan merupakan wajib pajak orang pribadi, adalah omzet alias peredaran bruto nya dalam setahun di antara Rp 500 juta sampai dengan di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan badan adalah di bawah maupun di atas Rp 4,8 miliar setahun.
Untuk pedagang online perorangan nan omzetnya di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun bakal terkena tarif PPh Final sebesar 0,5% jika tetap memenuhi ketentuan nan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Sementara itu, jika sudah di atas Rp 4,8 miliar alias tidak memenuhi ketentuan PP 55/2022 alias memilih ketentuan umum tarifnya tetap tetap sama saat dipungut para marketplace, ialah tetap 0,5%. Bedanya PPh sebesar 0,5% nan dipungut itu dapat dijadikan angsuran pajak dalam SPT Tahunan.
Ketentuan nan sama bertindak bagi wajib pajak badan nan omzetnya di atas Rp 4,8 miliar. Namun, jika tetap di bawah periode pemisah itu, tetap bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5% asal memenuhi ketentuan PP 55/2022.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DJP: UMKM di E-Commerce Omzet di Bawah Rp500 Juta Tak Ditarik Pajak