ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Anggota DPR RI Bambang Soesatyo menuturkan usulan wacana perubahan sistem pemilihan wakil presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia nan diusulkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie patut dipertimbangkan.
Menurutnya, pendapat nan dikemukakan adalah tetap mempertahankan pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat, namun membuka ruang agar Wakil Presiden dipilih dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), berasas satu alias dua nama nan diajukan langsung oleh Presiden terpilih kepada MPR. Gagasan ini semakin relevan dengan ketentuan baru nan meniadakan persyaratan periode pemisah 20% pencalonan presiden.
"Di tengah tuntutan pendemokrasian nan lebih substansial dan kebutuhan bakal stabilitas pemerintahan nan kuat, pemisahan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dapat menjadi solusi atas sejumlah problem sistemik dalam praktik kerakyatan elektoral kita. Salah satunya, tekanan kompromi politik dalam proses pencalonan pasangan capres-cawapres nan kerap kali menimbulkan distorsi arah kepemimpinan nasional," ujar Bamsoet, dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut dia sampaikan saat menghadiri aktivitas Peluncuran Buku 'Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945' di Jakarta, Jumat (4/7). Adapun ketentuan tersebut membuka kesempatan calon presiden lebih dari 3 orang, dengan mengurangi keharusan untuk dibentuknya campuran partai politik sebelum Pemilu nan condong berkarakter transaksional.
Bamsoet memaparkan melalui skema baru nan diusulkan, calon presiden tetap maju melalui pemilu langsung, namun dia tidak kudu terikat lebih awal dengan calon wakil presiden dalam satu paket pasangan. Setelah terpilih, presiden diberikan ruang untuk mengusulkan satu alias dua nama calon wakil presiden kepada MPR.
Selanjutnya, MPR bakal memilih dan menetapkan Wakil Presiden nan baru berasas persetujuan kebanyakan personil MPR. Menurut Bamsoet, langkah ini dipercaya dapat mengembalikan posisi strategis MPR dalam sistem ketatanegaraan nan selama ini condong dipinggirkan pasca amandemen.
"Keterlibatan MPR dalam menetapkan Wakil Presiden memberikan legitimasi politik tambahan, menjadikan figur Wapres sebagai tokoh nan mempunyai jaringan politik luas dan bisa menjembatani beragam kekuatan nan ada di parlemen," kata Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan model pemilihan ini juga mendorong terbentuknya kabinet nan lebih fungsional dan efektif. Jika sebelumnya koalisi partai kudu dibentuk sebelum pemilu demi pencalonan, sistem ini memungkinkan koalisi dibentuk pasca pemilu dalam kerangka pembentukan kabinet.
Artinya, tidak ada lagi keharusan membangun campuran partai secara prematur nan rawan dengan transaksi kekuasaan. Koalisi cukup dibentuk satu kali, dalam kerangka membangun pemerintahan nan kuat dan stabil.
Dalam model ini pula, wakil presiden tidak mengalami penurunan kedudukan secara konstitusional. Meskipun dipilih oleh MPR, statusnya tetap sebagai wakil kepala negara dan pemerintahan, dengan peran dan kegunaan nan utuh dalam mendampingi presiden.
"Perubahan ini tentu kudu melalui sistem umum amandemen konstitusi. Secara teknis, sejumlah ayat dalam Pasal 6A perlu diubah, khususnya ayat (1) hingga (5) nan selama ini menjadi dasar norma pemilihan langsung pasangan Presiden-Wakil Presiden," jelas Ketua Komisi III DPR RI ke-7 tersebut.
"Penghapusan istilah 'pasangan calon' bakal diikuti dengan penguatan pasal baru, ialah Pasal 6B nan memberikan landasan norma bagi presiden untuk mengusulkan calon wakil presiden kepada MPR," sambungnya.
Sebagai informasi, aktivitas ini turut dihadiri oleh penulis buku/Sekjen Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Abdy Yuhana, Wapres RI ke-6 Try Sutrisno, Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Pemikir Kebangsaan Sukidi, Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI Guntur Soekarnoputra serta Mantan Menteri Perumahan RI Siswono Yudo Husodo dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono.
(akd/akd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini