Kisah Inspiratif Teuku Markam: Perjalanan Seorang Pengusaha Sukses yang Berani Berbagi

Kisah tragis Teuku Markam, seorang pengusaha sukses yang berjasa menyumbangkan 28 kg emas untuk Monumen Nasional (Monas), menggambarkan perjalanan hidup yang penuh liku-liku. Monas sendiri terkenal dengan bentuknya yang menyerupai api berkobar berlapis emas di puncaknya, menjadi simbol semangat juang bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

Dilansir dari laman Badan Sertifikasi Kadin DKI Jakarta, pembangunan Monas dimulai sejak Agustus 1959 untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia. Lidah api Monas yang menyala di puncaknya terbuat dari perunggu dengan total berat mencapai 14,5 ton, tinggi 14 meter, dan diameter 6 meter. Bagian ini dilapisi emas seberat 38 kg, sumbangan dari Teuku Markam, seorang filantropi Aceh yang juga merupakan seorang pengusaha sukses dan salah satu orang terkaya di Indonesia pada zamannya.

Teuku Markam lahir pada tahun 1925 dan memiliki garis keturunan bangsawan di Aceh. Sebagai seorang pemuda, ia menjalani pendidikan wajib militer dan kemudian bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Di tengah perjalanan hidupnya, Teuku Markam bertemu dengan Soekarno yang sedang mencari pengusaha pribumi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi Indonesia.

Pada tahun 1957, Teuku Markam pulang ke Aceh dan mendirikan perusahaan PT Karkam. Namun, konflik dengan Panglima Kodam Iskandar Muda membuatnya ditahan, meskipun akhirnya dibebaskan pada 1958. Bisnisnya semakin berkembang dengan berbagai aset seperti kapal dan galangan kapal di beberapa wilayah.

Namun, kedekatannya dengan Soekarno membawa nasib buruk bagi Teuku Markam di era Presiden Soeharto. Dituduh terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), ia ditahan dan perusahaannya diambil alih oleh pemerintah, menjadi cikal bakal BUMN PT Berdikari (Persero). Tragisnya, tidak ada harta yang ditinggalkan untuk keluarga dan anak-anaknya.

Setelah masa tahanannya berakhir, Teuku Markam mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Ia sering dihina dan dicap sebagai antek PKI, meskipun kesehatannya semakin memburuk. Di tahun 1972, ia harus dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang dari dua tahun sebelum akhirnya meninggal dunia.

Kisah Teuku Markam adalah cerminan dari perjalanan hidup yang penuh liku-liku, dari kesuksesan sebagai pengusaha sukses hingga penderitaan dan penjara akibat tuduhan yang tidak benar. Kontribusi besar yang pernah ia berikan untuk Monas dan pembangunan Indonesia tidak dapat dilupakan, meskipun akhir hidupnya tidak sesuai dengan harapan. Semoga kisah hidupnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya integritas dan kejujuran dalam berbisnis dan berpolitik.