Transplantasi Sumsum Tulang Terbukti Aman Untuk Penyakit Sel Sabit, Alternatif Terjangkau Dari Terapi Gen

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Transplantasi Sumsum Tulang Terbukti Aman untuk Penyakit Sel Sabit, Alternatif Terjangkau dari Terapi Gen Sebuah uji klinis menunjukkan transplantasi sumsum tulang haploidentik dengan intensitas rendah kondusif dan efektif dalam menyembuhkan penyakit sel sabit pada orang dewasa.(freepik)

PROSES transplantasi sumsum tulang nan dikembangkan berbareng oleh para peneliti di Johns Hopkins Kimmel Cancer Center terbukti kondusif dan dapat menyembuhkan orang dewasa dengan penyakit sel sabit, menurut hasil uji klinis nan diselesaikan di Johns Hopkins dan sekitar 20 pusat kanker lainnya di seluruh Amerika Serikat serta London. Pengobatan ini, nan telah tersedia di beragam pusat medis di AS, dianggap sebagai pengganti nan layak dan lebih terjangkau dibandingkan terapi gen nan baru saja disetujui untuk penyakit sel sabit, menurut para penulis penelitian.

Dalam transplantasi ini, nan disebut transplantasi sumsum tulang haploidentik dengan intensitas rendah, sumsum tulang diberikan donor nan mempunyai kecocokan separuh ("half-matched"), seperti orangtua, kerabat kandung, anak, keponakan, paman, bibi, alias sepupu pasien. Artinya, protein nan membantu sistem kekebalan tubuh berfungsi—yang terdapat pada sel sumsum tulang donor—harus cocok setidaknya setengahnya dengan protein pada sel penerima agar transplantasi sukses dan tidak menyerang tubuh pasien setelah transplantasi.

Sebelum transplantasi, pasien diberi dosis rendah kemoterapi dan menjalani radiasi seluruh tubuh. Setelah transplantasi, mereka diberikan obat siklofosfamid (untuk mencegah penyakit graft-versus-host, di mana sel kekebalan dalam sumsum tulang donor menyerang tubuh penerima), serta obat lain selama hingga satu tahun.

Dari 42 pasien dengan penyakit sel sabit parah nan menjalani prosedur ini dalam uji klinis, 95% tetap hidup dua tahun setelah transplantasi, dan 88% dianggap sembuh tanpa mengalami indikasi mengenai penyakit. Hasil penelitian ini bakal dipublikasikan dalam jenis 25 Februari jurnal The New England Journal of Medicine Evidence. Hasil awal juga telah dipresentasikan pada Desember 2023 dalam pertemuan tahunan American Society of Hematology.

Para penulis penelitian menyatakan uji coba ini menunjukkan tingkat engraftment sel donor nan sangat tinggi serta tingkat kesembuhan nan juga sangat tinggi.

"Hasil kami dengan transplantasi alogenik sama baiknya alias apalagi lebih baik daripada nan terlihat dengan terapi gen," kata Dr. Richard Jones, guru besar onkologi, kepala program transplantasi sumsum tulang, dan co-direktur program keganasan hematologi di Kimmel Cancer Center. Sebagian besar penderita penyakit sel sabit memenuhi syarat untuk transplantasi ini, nan biayanya jauh lebih rendah dibandingkan terapi gen, tambahnya.

"Banyak orang—mungkin sebagian besar orang dewasa—tidak memenuhi syarat untuk terapi gen lantaran persyaratan kemoterapi dosis tinggi nan tidak dapat diterima oleh mereka nan mempunyai kerusakan organ akhir," jelas Jones. "Risiko pengaruh samping jangka panjang juga kemungkinan lebih tinggi dengan terapi gen, baik dalam perihal kerusakan organ maupun akibat leukemia."

Salah satu kesalahpahaman umum dalam bumi medis adalah bahwa transplantasi untuk penyakit sel sabit kudu menggunakan donor nan cocok secara sempurna, dan bahwa prosedur ini dapat menyebabkan penyakit graft-versus-host nan parah serta nomor kematian tinggi. Namun, uji coba ini dan penelitian lainnya membuktikan perihal tersebut tidak benar, kata Dr. Robert Brodsky, guru besar di Johns Hopkins Family dalam bagian kedokteran dan onkologi, serta kepala Divisi Hematologi di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins.

Transplantasi juga merupakan pilihan nan jauh lebih irit biaya bagi rumah sakit dan pasien, tambah Brodsky. Dalam transplantasi, pasien biasanya dirawat di rumah sakit selama sekitar delapan hari, dibandingkan enam hingga delapan minggu bagi pasien terapi gen. Selain itu, "jumlah rata-rata transfusi darah untuk pasien terapi gen adalah 50 kali, sementara setelah transplantasi sumsum tulang haploidentik hanya sekitar enam kali. Prosedurnya juga nyaris sepenuhnya dilakukan secara rawat jalan," jelasnya.

Sebuah makalah tinjauan nan membandingkan transplantasi sumsum tulang alogenik dan terapi gen, nan ditulis oleh Jones dan Brodsky, telah diterbitkan dalam jenis 25 Februari jurnal Blood Advances. Makalah tersebut menunjukkan bahwa biaya terapi gen diperkirakan berkisar antara US$2 juta hingga US$3 juta, dibandingkan dengan sekitar US$467.747 untuk transplantasi.

Uji coba fase II nan berjalan dari 2017 hingga 2021 ini melibatkan peserta dengan usia rata-rata 22 tahun; 59% di antaranya laki-laki, 92% berkulit hitam, dan 4% keturunan Hispanik. Rata-rata waktu tindak lanjut adalah 37 bulan. Efek samping serius jarang terjadi, termasuk tiga kasus kegagalan cangkok, 22% mengalami penyakit graft-versus-host tingkat sedang hingga parah, serta dua kasus kematian dalam tahun pertama setelah transplantasi (salah satunya akibat COVID-19).

Penyakit sel sabit—kelainan darah nan menyakitkan di mana sel darah merah berbentuk bulan sabit alih-alih cakram dan condong menyumbat pembuluh darah—mempengaruhi sekitar 100.000 orang di Amerika Serikat (terutama penduduk kulit hitam), menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). (Science Daily/z-2)

Selengkapnya