ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menandatangani undang-undang besar nan mencakup pemotongan pajak dan anggaran pada Jumat (4/7/2025) waktu setempat, dalam sebuah upacara luar ruangan nan diselenggarakan di Gedung Putih dan menyerupai kampanye politik.
Dilansir Reuters, penandatanganan itu dilakukan bertepatan dengan seremoni Hari Kemerdekaan AS, 4 Juli, disaksikan ratusan pendukung, dengan latar belakang pagelaran udara dari jet tempur dan pengebom siluman.
Undang-undang nan menjadi tonggak utama masa kedudukan kedua Trump ini mencakup penguatan kebijakan imigrasi, pemberlakuan permanen atas pemotongan pajak tahun 2017, serta pemangkasan besar dalam shopping pemerintah nan diperkirakan bakal menyebabkan jutaan penduduk Amerika kehilangan asuransi kesehatan.
"Belum pernah saya memandang orang-orang sebahagia ini di negara kita, lantaran begitu banyak golongan berbeda nan sekarang diperhatikan: militer, penduduk sipil dari beragam latar belakang, dan lapangan kerja di beragam sektor," kata Trump dalam pidatonya, sembari mengucapkan terima kasih kepada Ketua DPR Mike Johnson dan Pemimpin Mayoritas Senat John Thune nan memimpin pengesahan rancangan tersebut di Kongres.
"Inilah pemotongan pajak terbesar, pemotongan shopping terbesar, dan investasi keamanan perbatasan terbesar dalam sejarah Amerika," imbuh Trump.
Rancangan undang-undang ini disahkan DPR nan dikuasai Partai Republik dengan selisih tipis, ialah 218 bunyi melawan 214, setelah melalui perdebatan emosional dan panjang di lantai Kongres.
Upacara penandatanganan digelar megah di laman selatan Gedung Putih, dengan partisipasi para pembantu presiden, personil parlemen Partai Republik, family militer, dan para pendukung Trump, serta diiringi flyover pesawat tempur nan sebelumnya digunakan dalam serangan ke akomodasi nuklir Iran.
Setelah menyampaikan pidato nan sarat dengan klaim soal kemajuan Amerika di bawah kepemimpinannya, Trump menandatangani undang-undang tersebut, berpotret berbareng para pemimpin legislatif Partai Republik dan personil kabinetnya, lampau melangkah di tengah kerumunan pendukung.
Kritik Tajam
Pengesahan UU ini menjadi kemenangan besar bagi Trump dan sekutunya di Partai Republik, nan menyatakan bahwa langkah ini bakal merangsang pertumbuhan ekonomi.
Namun, kajian dari lembaga nonpartisan memperingatkan bahwa undang-undang ini berpotensi menambah lebih dari US$3 triliun alias sekitar Rp53.000 triliun terhadap utang nasional AS nan sekarang telah mencapai US$36,2 triliun.
Beberapa personil Partai Republik sendiri mengungkapkan keprihatinan terhadap besarnya anggaran dalam RUU ini dan dampaknya terhadap program agunan kesehatan. Namun, hanya dua dari 220 personil DPR dari Partai Republik nan menolak RUU tersebut, berasosiasi dengan seluruh 212 personil Partai Demokrat dalam oposisi.
Salah satu corak perlawanan paling menonjol datang dari Pemimpin Fraksi Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, nan mencatatkan rekor pidato terpanjang di lantai DPR: 8 jam 46 menit.
Dalam pidatonya, Jeffries mengecam RUU ini sebagai "hadiah bagi kaum miliarder" dan menuduhnya bakal mencabut kewenangan penduduk miskin atas asuransi kesehatan nan dibiayai negara serta support pangan.
Senjata Makan Tuan
Ketua Komite Nasional Partai Demokrat, Ken Martin, memperkirakan bahwa undang-undang ini bakal menjadi bumerang politik bagi Partai Republik dalam pemilu kongres 2026 mendatang.
"Hari ini, Donald Trump menandatangani nasib Partai Republik, mengokohkan mereka sebagai partai untuk para miliarder dan kepentingan khusus-bukan untuk family pekerja," ujar Martin dalam pernyataannya.
"Legislasi ini bakal menjadi beban nan menggantung di leher Partai Republik selama bertahun-tahun. Ini adalah pengkhianatan total terhadap rakyat Amerika. Hari ini, kami memberikan peringatan kepada Partai Republik: kalian bakal kehilangan kebanyakan kalian."
Dengan latar belakang pemilu presiden mendatang dan ketegangan politik nan terus meningkat di Washington, undang-undang ini diperkirakan bakal menjadi rumor panas nan membelah opini publik Amerika, antara mereka nan melihatnya sebagai langkah pembaruan ekonomi dan mereka nan menganggapnya sebagai ancaman terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan penduduk berpenghasilan rendah.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintahan AS Akhirnya Selamat dari Shutdown, Ini Kronologinya