ARTICLE AD BOX

SPACEX telah menyelesaikan investigasi mengenai kegagalan pada uji terbang ketujuh roket Starship, nan berhujung dengan ledakan dramatis.
Penerbangan ke-7 diluncurkan pada 16 Januari, mengirimkan Starship dari situs Starbase SpaceX di Texas Selatan. Misi ini sebagian berhasil; SpaceX sukses menangkap kembali pendorong tahap pertama Starship nan sangat besar, dikenal sebagai Super Heavy, menggunakan lengan "chopstick" di menara peluncuran, sesuai rencana.
Namun, tahap atas roket semestinya melepaskan 10 satelit tiruan ke orbit suborbital dan kemudian mendarat di Samudra Hindia sekitar satu jam setelah peluncuran. Sayangnya, perihal itu tidak terjadi; Ship mengalami anomali dan pecah di atas Samudra Atlantik, dengan puing-puingnya jatuh di Kepulauan Turks dan Caicos.
Hanya beberapa jam setelah kejadian tersebut, SpaceX telah mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya.
"Indikasi awal menunjukkan ada kebocoran oksigen/bahan bakar di rongga di atas firewall mesin Ship nan cukup besar untuk meningkatkan tekanan melampaui kapabilitas ventilasi," ujar pendiri dan CEO SpaceX, Elon Musk, melalui media sosial X pada 16 Januari.
Investigasi lebih lanjut telah mengonfirmasi dan memperluas temuan awal tersebut, menurut pembaruan nan diumumkan SpaceX pada 24 Februari.
"Penyebab utama paling mungkin dari hilangnya Ship adalah respons harmonik nan jauh lebih kuat dalam penerbangan dibandingkan nan terlihat selama pengujian, nan menyebabkan peningkatan tekanan pada perangkat keras sistem propulsi," tulis perusahaan dalam pembaruan tersebut. "Kebocoran propelan nan terjadi kemudian melampaui kapabilitas ventilasi di area 'attic' Ship, nan mengakibatkan kebakaran terus-menerus."
Dalam penjelasannya, SpaceX menyebut bahwa "attic" adalah area tidak bertekanan di bagian belakang Ship, nan terletak di antara bagian bawah tangki oksigen cair dan perisai panas. Enam mesin Raptor Ship menggunakan bahan bakar metana cair dan oksigen cair.
Kebakaran tersebut akhirnya menyebabkan nyaris semua mesin Starship mengalami penghentian otomatis nan terkendali, hingga akhirnya komunikasi dengan Ship terputus.
Komunikasi lenyap sekitar 8,5 menit setelah lepas landas. Beberapa menit kemudian, sistem penghancuran otomatis Starship aktif seperti nan dirancang, menyebabkan Ship hancur di udara.
Untuk mengurangi kemungkinan terulangnya kejadian serupa pada penerbangan Starship di masa depan, SpaceX telah mengambil sejumlah langkah perbaikan.
Sebagai contoh, perusahaan telah melakukan uji "static fire" selama 60 detik pada kendaraan Ship nan bakal digunakan dalam penerbangan kedelapan, nan dijadwalkan terbang secepatnya pada Jumat, 28 Februari.
"Hasil pembakaran panjang ini memberikan info untuk perubahan perangkat keras pada saluran bahan bakar ke mesin vakum, penyesuaian suhu propelan, serta sasaran dorongan baru nan bakal digunakan dalam uji terbang mendatang," kata SpaceX dalam pembaruan tersebut.
Untuk mengatasi potensi kebakaran di area attic Starship, SpaceX menambahkan ventilasi tambahan serta sistem pembersihan baru nan menggunakan nitrogen gas untuk membikin area tersebut lebih tahan terhadap kebocoran propelan.
"Pembaruan masa depan pada Starship bakal memperkenalkan mesin Raptor 3, nan bakal mengurangi volume attic dan menghilangkan sebagian besar sambungan nan berpotensi mengalami kebocoran di area ini," tambah perusahaan itu.
Investigasi terhadap anomali pada penerbangan ke-7 ini dipimpin oleh SpaceX, dengan pengawasan dari Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) serta partisipasi dari NASA, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional, dan Angkatan Luar Angkasa AS. SpaceX sekarang tengah bekerja sama dengan FAA untuk menutup investigasi dan/atau mendapatkan "penentuan keselamatan penerbangan" agar dapat meluncurkan penerbangan ke-8 sesuai jadwal. (Space/Z-2)