Rugikan Industri Dan Negara, Komisi Xi Dpr Sebut Rokok Ilegal Musuh Bersama

Sedang Trending 21 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Rugikan Industri dan Negara, Komisi XI DPR Sebut Rokok Ilegal Musuh Bersama Pemusnahan rokok ilegal.(MI/Reza Sunarya)

ANGGOTA Komisi XI DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan upaya pemerintah melalui satuan tugas (Satgas) Rokok Ilegal menjadi langkah awal nan kudu dikawal untuk penindakan rokok ilegal. Ia mengatakan rokok terlarangan merupakan musuh berbareng nan merugikan banyak pihak.

“Memang peredaran rokok terlarangan ini mengganggu penerimaan negara dan juga di samping itu menggerogoti pabrik-pabrik rokok nan mereka alim dalam bayar cukai. Kami mendorong Satgas Rokok Ilegal untuk bisa bekerja secepatnya, agar kontribusi terhadap penerimaan negara bakal segera meningkat,” ujar Wihadi, melalui keterangannya, Kamis (31/7).

Wihadi menjelaskan berasas info Bea Cukai, jumlah rokok terlarangan nan sukses ditindak hingga Mei 2025 mencapai 285,81 juta batang. Angka ini merupakan peningkatan 32% dibandingkan 2024. 

Jumlah nan semakin besar ini menimbulkan urgensi untuk penindakan lebih lanjut, nan tidak cukup hanya di hilir, tetapi juga kudu menyasar hulu dari pabrik mini tak berizin hingga jaringan distribusinya, termasuk penjualan digital nan makin marak.

Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) juga kudu menjadi pertimbangan nan serius. Pada 2024 lalu, jumlahnya mencapai Rp216 triliun. Belum lagi, penyerapan tenaga kerja tetap cukup tinggi dalam ekosistem industri hasil tembakau (IHT) nan turut melibatkan pekerja hingga petani. 

Ia mengatakan jika potensi kebocoran anggaran ini bertambah, bukan hanya finansial negara nan dirugikan, tetapi juga industri legal dan pekerja nan terlibat di dalamnya. Politikus Partai Gerindra ini menegaskan pembentukan Satgas Rokok Ilegal kudu melibatkan banyak pihak. Ia mengatakan pihak kepolisian dan TNI dari sisi pengamanan dan penindakan di lapangan, seta emerintah wilayah sebagai salah satu pengawas produksi area rokok terlarangan di daerah, beragam lembaga negara seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam rangka pemberantasan penjualan online rokok ilegal, serta masyarakat, melalui edukasi dan pelaporan partisipatif.

“Kalau rokok terlarangan terus dibiarkan, pengusaha legal nan alim patokan bakal terpukul, dan itu berakibat pada tenaga kerja juga. Kami bakal terus mengawal kebijakan pengawasan cukai agar optimal, berkeadilan, dan berpihak pada industri nan alim norma serta masyarakat nan terlindungi,” kata Wihadi.

Ia mengatakan peningkatan rokok terlarangan nan masuk ke pasar dengan nilai jauh lebih murah lantaran tidak bayar cukai dan pajak ini bukan hanya merugikan masyarakat, melainkan industri dan negara. Di luar pentingnya penindakan terhadap peredarannya, pemerintah juga perlu memperhatikan izin nan disusun agar rokok terlarangan tidak semakin mendapat ruang di masyarakat.

Wihadi menyebut bahwa keberadaan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengenai pengendalian produk tembakau nan salah satunya mengatur tentang kreasi bungkusan polos (plain packaging) justru berkarakter kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan rokok ilegal.

“Plain packaging nan diatur dalam RPMK Tembakau itu berpotensi membuka celah besar bagi rokok ilegal. Produk legal nan dibatasi secara kreasi justru bakal lebih mudah ditiru oleh pelaku upaya ilegal. Regulasi seperti ini memang bermaksud untuk pengendalian konsumsi, tapi kudu diimbangi dengan pendekatan fiskal dan pengawasan. Jangan sampai niat baik ini justru memperbesar pasar gelap,” ucap Wihadi.

Sementara itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi turut mengungkapkan bahwa pasal mengenai bungkusan polos bakal menyuburkan keberadaan rokok ilegal. Sebagai izin multisektor, RPMK Tembakau tidak bisa hanya dibahas dari sisi kesehatan semata, melainkan perlu memandang keterlibatan fiskal, industri, dan penegakkan norma agar kebijakan tidak timpang dan membebani penerimaan negara akibat kebocoran cukai.

“Pada dasarnya, jika ada RPMK sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi nan menjadi masalah ini jika ada pasal penyeragaman kemasan, tulisan, dan warna, itu kami tidak setuju. Oke, pemerintah kudu mengeluarkan patokan mengenai kesehatan dengan beberapa hal, tetapi jangan mengenai standardisasi kemasan. Rokok terlarangan sudah menjadi pesaing nan luar biasa, sudah mengerus keberadaan rokok legal dan menjadikan persaingan tidak sehat. Penjualan rokok terlarangan ini kejahatan extraordinary,” pungkasnya.

Selengkapnya