ARTICLE AD BOX
Jakarta, leopardtricks.com - Indonesia sedang merampungkan pembangunan ekosistem pabrik baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV), nan diklaim terbesar di Asia. Untuk mengembangkan ekosistem itu, dibutuhkan pelengkap komponen-komponen bahan baku.
Indonesia sendiri, menjadi salah satu negara penghasil nikel terbesar di Dunia. Namun satu komoditas itu tak cukup untuk membentuk ekosistem baterai EV, dibutuhkan produksi pertambangan strategis seperti lithium.
Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengungkapkan Indonesia sendiri sejatinya sudah mempunyai keseluruhan bahan kreator sel baterai, namun hanya lithium nan belum tersedia. Meski begitu, pihaknya bakal memenuhi kebutuhan tersebut melalui pasokan dari negara tetangga Indonesia seperti Australia.
Walaupun memang, lanjut Toto, jumlah lithium nan dibutuhkan tidak terlalu besar, hanya 7% dari keseluruhan komponen sel baterai. "Jadi jika lithium itu, sekarang kan nan ada itu banyak dari Australia, sama dari Amerika Selatan. Tapi lithium itu hanya 7% dari si baterainya secara benar-benar," katanya saat ditemui di Artha Industrial Hill (AIH) & Karawang New Industry City (KNIC), Karawang, Jawa Barat, dikutip Jumat (4/7/2025).
Indonesia sendiri, lanjut Toto, sebenarnya mempunyai kesempatan untuk bisa memproduksi lithium dalam negeri ialah berasal dari air dari sumber panas bumi (brine geothermal). Namun belum tereksplorasi lebih lanjut.
"Tapi itu satu perihal nan menurut saya untuk sementara kan tidak semua negara mempunyai mineral nan cukup untuk baterai. Jadi Allah itu maha adil. Seluruh mineral itu disebar di seluruh dunia. Jadi kita saling melengkapi sebenarnya," tambahnya.
Proyek Ekosistem Baterai Terintegrasi
Sebagaimana diketahui, baru Indonesia Presiden RI Prabowo Subianto melakukan peletakan batu pertama alias groundbreaking proyek ekosistem baterai terintegrasi hulu-hilir. Proyek tersebut dioperasikan oleh PT Aneka Tambang (Antam), PT Indonesia Battery Corporation (IBC), dan perusahaan asal China ialah Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) nan merupakan perusahaan patungan dari CATL, Brunp dan Lygend.
Total investasi keseluruhan proyek hulu-hilir tersebut mencapai US$ 5,9 miliar setara Rp 96,04 triliun (asumsi kurs Rp 16.278 per US$).
Proyek tersebut terdiri dari total enam upaya patungan (Joint Venture/JV) mulai dari proyek hulu hingga hilir. Detailnya, JV satu hingga tiga merupakan ekosistem baterai di sisi hulu. Sedangkan, JV empat hingga enam merupakan ekosistem baterai di sisi hilir.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Menteri LH Proteksi Raja Ampat, Ultimatum 4 Perusahaan Tambang