ARTICLE AD BOX

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak sembarangan menyita Motor Royal Enfield milik mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Asal usul kendaraan itu diduga dari tindak pidana dugaan rasuah pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk.
“KPK menyita sebuah kendaraan, kendaraan tok ya, kendaraan itu tentunya bisa jadi, kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi nan terjadi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/4)
Tessa enggan memerinci info nan dimiliki interogator soal motor Ridwan Kamil dengan kasus korupsi nan diusut. Kendaraan itu juga bisa disita untuk memaksimalkan kerugian negara atas kasus ini, lantaran asal usulnya dari tindak pidana.
“Bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya aset recovery yang kelak bakal berujung kepada duit pengganti, itu juga bisa,” ucap Tessa.
Motor itu tetap ada di rumah Ridwan Kamil. KPK menitipkan sementara, sampai nantinya dibawa ke Jakarta untuk disimpan.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah letak mengenai kasus ini. Salah satunya ialah rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah arsip mengenai kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, interogator juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membikin negara rugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berjalan pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan biaya Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online..
Ada enam perusahaan nan diguyur duit dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berasas ketentuan pengadaan peralatan dan jasa nan berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran nan membikin negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah. (P-4)