ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sebuah video ramai di media sosial menampilkan pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai inisiator revisi Undang-Undang KPK. Mantan interogator KPK Yudi Purnomo Harahap meminta Hasto tidak 'cuci tangan' alias melempar kesalahan ke pihak lain.
"Ketika masa itu kita tahu bahwa kita lihat inisiasi untuk UU KPK revisinya dari DPR. Sebenarnya ini bukan pertama sebelumnya sudah ada. Sehingga kita bisa lihat gimana waktu itu. Jika kita lihat apa nan disampaikan Pak Hasto, silakan saja jenis dia. Tetapi kita lihat lebih jauh tidak bisa cuci tangan segitu aja dong," kata Yudi dalam keterangan persnya nan diterima, Rabu (26/2/2025).
Yudi meminta Hasto tidak melemparkan kesalahan ke satu orang alias orang lain. Sebab, menurutnya, semuanya terlibat lantaran RUU KPK itu disetujui pemerintah dan parlemen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena semua terlibat. Inisiasi dari DPR. Dan ingat DPR waktu itu kompak mau oposisi maupun koalisi. Saat itu oposisi dan koalisi tidak beda jauh lah. Artinya 70 alias 30 persen, oposisi PKS, Demokrat. Kemudian setujui juga untuk revisi," kata Yudi.
Menurutnya, usulan revisi itu sebenarnya bisa tidak bakal terlaksana apabila, tidak adanya Surat Presiden (Surpres).
"Jadi jika misalnya ada Surpres, ya, iya waktu itu viral. Terkejut kita. Ketika Presiden mengirimkan Menkumham ya, waktu itu. Tapi tetap juga semua terlibat kemudian diparipurnakan," ucap Yudi.
Oleh lantaran itu, Yudi mengatakan semua pihak terlibat dalam RUU KPK. Dia pun meminta Hasto tidak 'cuci tangan' dari masalah ini.
"Kondisi saat itu, semua terlibat. Saat ini tidak boleh ada nan cuci tangan, wah ini inisiasi. Karena tidak mungkin ada inisiasi tanpa ada operator, semua terlibat," tegas Yudi.
Presiden Tak Tanda Tangan
Lebih lanjut, Yudi mengatakan ketika revisi UU KPK sudah diparipurnakan. Sebenarnya, lanjutnya, ada waktu 30 hari untuk Presiden menandatangani perihal tersebut, namun saat itu Presiden tidak menandatangani tapi UU KPK itu tetap berlaku.
"Ketika sudah diketok paripurna, lantaran 30 hari kudu tandatangan Presiden, rupanya Presiden tidak tandatangan. Tapi tetap bertindak UU 19 tahun 2019, Presiden tidak tandatangan. Artinya tapi tetap bertindak makanya ini kenapa, waktu itu keluarin Surpres tapi begitu lihat isinya nggak setuju. Waktu itu ada beberapa saya lihat inisiatif DPR isinya parah sekali (UU KPK) daripada nan original sekarang," papar Yudi.
Selain itu, Yudi juga mengungkit momen ketika pegawai KPK dan masyarakat menolak revisi UU lantaran dinilai melemahkan KPK. Tak hanya itu, pegawai lembaga antirasuah juga menolak Firli Bahuri sebagai calon ketua KPK.
"Kita menolak, kita sampai tutup logo KPK, demo, demo apalagi kita menolak ketua bermasalah Firli. Sama Firli pun dipilih semua. Ketika Firli terpilih DPR terlibat, Presiden wakil pemerintah terlibat dan waktu itu ingat bahwa bingkai mereka memperkuat," tutur Yudi.
Oleh lantaran itu, Yudi menyatakan semua pihak terlibat untuk revisi UU KPK. Dia pun menyayangkan pernyataan Hasto nan menyalahkan pihak lain dalam masalah ini.
"Khusus ini, saya pikir semua terlibat, tidak ada satu pihak tunjuk sana, pihak sini tunjuk lagi. Kalau misalnya nan dikatakan Pak Hasto itu jenis dia. Walaupun mengatakan di akhir dia tak ada buktinya. Apapun versinya saat itu UU melemahkan sudah diketok," pungkasnya.
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu