Ekonomi Rusia Di Ujung Tanduk, As Mendadak Siap Jadi 'juru Selamat'

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Rusia diketahui mengalami tekanan seiring dengan stimulus fiskal nan besar, suku kembang nan melonjak, inflasi nan sangat tinggi, dan hukuman Barat berakibat jelek pascaserangan Moskow ke Ukraina. Namun, setelah 3 tahun perang, Amerika Serikat (AS) justru bisa memainkan peran baru sebagai ahli selamat.

Presiden AS Donald Trump mendorong kesepakatan sigap untuk mengakhiri perang di Ukraina dengan mengambil sejumlah pernyataan keras kepada Ukraina, nan disalahkan atas terjadinya perang itu. Trump juga disebut sedang mempertimbangkan pencabutan hukuman terhadap Moskow.

"Dorongan Washington muncul saat Moskow menghadapi dua pilihan nan tidak diinginkan," menurut Oleg Vyugin, mantan wakil ketua bank sentral Rusia, kepada Reuters, Senin (24/2/2025).

"Rusia dapat menghentikan peningkatan pengeluaran militer saat menekan untuk mendapatkan wilayah di Ukraina alias mempertahankannya dan bayar harganya dengan pertumbuhan nan lambat selama bertahun-tahun, inflasi nan tinggi, dan standar hidup nan menurun, nan semuanya membawa akibat politik."

Meskipun pengeluaran pemerintah biasanya merangsang pertumbuhan, pengeluaran non-regeneratif untuk rudal dengan mengorbankan sektor sipil telah menyebabkan pemanasan berlebihan. Hal ini kemudian membikin suku kembang sebesar 21% memperlambat investasi perusahaan dan inflasi tidak dapat dijinakkan.

"Karena argumen ekonomi, Rusia tertarik untuk menegosiasikan akhir diplomatik dari bentrok tersebut," tutur Vyugin.

"(Ini) bakal menghindari peningkatan lebih lanjut dalam pendistribusian ulang sumber daya nan terbatas untuk tujuan nan tidak produktif. Itulah satu-satunya langkah untuk menghindari stagflasi."

Meskipun Rusia tidak mungkin dengan sigap mengurangi pengeluaran pertahanan, prospek kesepakatan dengan AS bakal meredakan tekanan ekonomi lainnya, dapat membawa keringanan hukuman dan akhirnya kembalinya perusahaan-perusahaan Barat.

"Rusia bakal enggan menghentikan pengeluaran untuk produksi senjata dalam semalam, takut menyebabkan resesi, dan lantaran mereka perlu memulihkan angkatan darat," tutur Alexander Kolyandr, peneliti di Pusat Analisis Kebijakan Eropa (CEPA).

"Tetapi dengan melepaskan beberapa tentara, itu bakal sedikit mengurangi tekanan dari pasar tenaga kerja. Tekanan inflasi juga dapat mereda lantaran prospek perdamaian dapat membikin Washington kurang mungkin memberlakukan hukuman sekunder pada perusahaan-perusahaan dari negara-negara seperti China, membikin impor lebih mudah dan, oleh lantaran itu, lebih murah."

Perlambatan Alami

Pasar Rusia telah mengalami peningkatan. Rubel melonjak ke level tertinggi nyaris enam bulan terhadap dolar pada hari Jumat, didukung oleh prospek keringanan sanksi.

Ekonomi Rusia telah tumbuh kuat sejak kontraksi mini pada tahun 2022, tetapi otoritas memperkirakan pertumbuhan, nan mencapai 4,1% tahun 2024, bakal melambat menjadi sekitar 1%-2% tahun ini. Bank sentral, di sisi lain, belum memandang argumen nan berkepanjangan untuk memangkas suku bunga.

Ketika mempertahankan suku kembang pada 21% pada tanggal 14 Februari, Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina mengatakan pertumbuhan permintaan telah lama lebih sigap daripada kapabilitas produksi, oleh lantaran itu terjadi perlambatan alami dalam pertumbuhan.

Tantangan bank sentral dalam menemukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan inflasi terus diperumit oleh stimulus fiskal nan merajalela. Defisit fiskal Rusia membengkak menjadi 1,7 triliun rubel (Rp313 triliun) pada Januari saja, nan merupakan peningkatan 14 kali lipat dari tahun ke tahun lantaran Moskow memprioritaskan pengeluaran di tahun 2025.

"Sangat krusial bagi kami bahwa defisit anggaran...tetap seperti nan direncanakan pemerintah saat ini," kata Nabiullina.

Kementerian Keuangan Rusia, nan memperkirakan defisit 1,2 triliun rubel untuk tahun 2025 secara keseluruhan, menyusun ulang rencana anggarannya 3 kali tahun lalu.

Senjata Vs Mentega

Perang telah membawa untung ekonomi bagi sebagian orang Rusia. Bagi pekerja di sektor nan mengenai dengan militer, stimulus fiskal telah meningkatkan bayaran secara tajam,

Namun di sisi lain, sektor sipil berjuang dengan melonjaknya nilai barang-barang pokok akibat inflasi nan belum bisa ditekan. Di sisi lain, suku kembang nan tinggi menimbulkan tantangan serius bagi sektor sipil

"Pada suku kembang pinjaman saat ini, susah bagi developer untuk meluncurkan proyek baru," kata Elena Bondarchuk, pendiri developer penyimpanan Orientir. "Lingkaran penanammodal nan dulunya luas telah menyempit dan mereka nan memperkuat juga berjuntai pada persyaratan bank."

Selain itu, Harga minyak nan lebih rendah, hambatan anggaran, dan peningkatan utang perusahaan merupakan beberapa akibat ekonomi utama nan dihadapi Rusia, menurut arsip internal nan dilihat oleh Reuters. Trump, meskipun menawarkan konsesi atas Ukraina, telah menakut-nakuti hukuman tambahan jika tidak ada kesepakatan nan tercapai.

"AS mempunyai pengaruh nan signifikan dalam perihal ekonomi dan itulah sebabnya Rusia senang bertemu," papar Chris Weafer, kepala pelaksana Macro-Advisory Ltd, kepada Reuters.

"AS mengatakan: 'Kami dapat meringankan hukuman jika Anda bekerja sama, tetapi jika Anda tidak bekerja sama, kami dapat memperburuknya'."


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Salahkan Ukraina Atas Perang Dengan Rusia

Next Article 1.000 Hari Perang Rusia-Ukraina, Asa Perdamaian di Tengah Pertempuran

Selengkapnya