ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Penguatan dominus litis dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai bakal membikin penegakan norma (gakkum) lebih efektif. Terlebih, dalam sistem norma Indonesia, jaksa memegang kendali penuh dalam menentukan kelanjutan sebuah perkara.
Untuk diketahui, istilah dominus litis menegaskan peran jaksa sebagai otoritas utama dalam mengendalikan perkara, mulai dari pengawasan investigasi hingga penuntutan di pengadilan.
"Konsep dominus litis nan diterapkan di banyak negara dengan sistem civil law kudu semakin diperkuat di Indonesia. Dengan peran jaksa sebagai pengendali perkara, maka penegakan norma bisa lebih efektif dan tidak terjebak dalam bolak-baliknya berkas perkara antara interogator dan penuntut umum nan selama ini sering terjadi," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Junaedi dalam keterangan pers nan diterima, Senin (24/02/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Junaedi dalam Diskusi Panel berjudul "Jaksa Sebagai Pengendali Perkara Dalam Perspektif UU No.1 Tahun 2023 (KUHP Baru)" , nan digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada Kamis 20 Februari 2025. Selain Junaedi, narasumber lain nan turut datang dalam obrolan ini ialah pengajar Hukum Acara FH UI, Febby Mutiara dan Choky R Ramadhan.
Selanjutnya, Choky Ramadhan menjelaskan hubungan antara interogator dan jaksa di Indonesia tetap lemah, terutama dalam tahap penyelidikan dan investigasi awal. Hal ini diperparah dengan tidak konsistennya penyelenggaraan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) nan semestinya dikirimkan oleh interogator kepada penuntut umum.
Ia menuturkan, menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 130/PUU-XIII/2015, SPDP wajib dikirim paling lambat 7 hari sejak investigasi dimulai. Namun, dalam praktiknya, jaksa sering kali tidak menerima pemberitahuan ini nan menyebabkan keterlambatan dalam supervisi terhadap investigasi dan memperpanjang waktu penanganan perkara.
"Kurangnya koordinasi ini mengakibatkan banyak perkara nan tidak terselesaikan secara efektif. Di negara-negara lain seperti Perancis dan Belanda, jaksa mempunyai kontrol lebih besar terhadap investigasi untuk memastikan kelengkapan berkas sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Hal ini perlu kita mengambil dalam sistem norma kita," tegas Choky.
Bolak Balik Berkas Perkara
Sementara Febby Mutiara berpendapat, salah satu masalah terbesar dalam sistem peradilan pidana Indonesia adalah kejadian bolak-baliknya berkas perkara antara interogator dan jaksa. Proses ini sering kali menghalang efisiensi peradilan dan memperpanjang waktu penyelesaian perkara.
"Di beberapa negara, jaksa tidak hanya sekadar menerima berkas perkara dari penyidik, tetapi juga berkuasa memberikan pengarahan investigasi kepada polisi. Hal ini memungkinkan kasus dapat ditangani lebih sigap tanpa perlu acapkali mengembalikan berkas lantaran tidak lengkap," tutur Febby.
Ia menambahkan bahwa KUHP Nasional (UU No. 1 Tahun 2023) semakin memperkuat peran jaksa dalam pengawasan proses peradilan. Pasal 132 KUHP Nasional secara definitif menyebut bahwa penuntutan merupakan bagian dari proses peradilan nan dimulai sejak tahap penyidikan, menandakan bahwa jaksa mempunyai peran aktif dalam memastikan kelengkapan suatu perkara sebelum diajukan ke pengadilan.
Dalam obrolan panel ini, para akademisi juga membahas gimana peran jaksa sebagai pengendali perkara diterapkan di beragam negara. Perancis misalnya, jaksa mempunyai otoritas dalam mengawasi investigasi dan dapat memberikan pengarahan kepada polisi.
Dalam perkara kompleks, investigasi dilakukan oleh judge d’instruction, seorang pengadil investigatif nan bertanggung jawab atas penyelidikan perkara serius. Sementara itu, di Belanda, jaksa bertindak sebagai interogator senior nan memastikan investigasi dilakukan sesuai prosedur dan mempunyai dasar norma nan kuat sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Sedangkan, negara seperti Amerika Serikat mempunyai sistem nan berbeda di mana koordinasi antara jaksa dan interogator dilakukan secara horizontal, di mana jaksa terlibat sejak awal dalam pengumpulan bukti guna memastikan kasus nan dibawa ke pengadilan mempunyai dasar norma nan kuat. Sementara di Jerman, jaksa bekerja di bawah sistem inquisitorial, di mana mereka mempunyai peran dominan dalam menentukan arah penyidikan. Model seperti ini bisa menjadi referensi bagi sistem norma Indonesia dalam memperbaiki sistem supervisi antara jaksa dan penyidik.
Sebagai corak tindak lanjut dari obrolan panel ini, para akademisi FH UI mengusulkan beberapa rekomendasi krusial untuk memperkuat peran jaksa dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Revisi KUHAP diperlukan agar lebih selaras dengan KUHP Nasional, terutama dalam memastikan bahwa peran jaksa sebagai pengendali perkara diakui secara tegas.
Regulasi nan lebih ketat mengenai sistem koordinasi antara interogator dan jaksa juga kudu diperkuat, sehingga supervisi sejak tahap awal investigasi dapat melangkah lebih efektif.
Peran Jaksa Diperkuat
Model Hakim Pengawas Penyidikan sebagaimana diterapkan di Perancis dan Belanda dinilai perlu dipertimbangkan untuk diadopsi dalam sistem norma aktivitas Indonesia. Hakim, dalam peran ini, dapat memastikan bahwa investigasi melangkah secara transparan dan akuntabel serta mencegah penyimpangan nan dapat merugikan tersangka. Selain itu, pengembangan Deferred Prosecution Agreement (DPA) juga dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan kasus-kasus tertentu tanpa kudu melalui jalur persidangan, terutama bagi kasus tindak pidana ekonomi dan korporasi.
Diskusi panel ini menegaskan bahwa peran jaksa sebagai dominus litis dalam sistem peradilan pidana Indonesia kudu semakin diperkuat guna meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Akademisi FH UI menyoroti perlunya reformasi norma aktivitas pidana agar lebih selaras dengan KUHP Nasional serta memberikan model supervisi nan lebih jelas terhadap penyidikan.
Dengan belajar dari sistem norma negara lain seperti Perancis, Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat, Indonesia dapat membangun sistem norma aktivitas nan lebih efektif dan memastikan bahwa proses peradilan melangkah dengan lebih transparan, akuntabel, dan setara bagi seluruh masyarakat.