7 Fakta Terkait Dokter Ppds Ui Rekam Mahasiswi Mandi, Motif Terungkap

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Seorang master program pendidikan master ahli (PPDS) kembali tersandung kasus dugaan pelecehan. Kali ini seorang master PPDS dari Universitas Indonesia (UI) ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka usai merekam mahasiswi nan sedang mandi.

Peristiwa tersebut terjadi di sebuah indekos di area Jakarta Pusat pada Selasa 15 April 2025. Pelaku sukses ditangkap dua hari kemudian alias tepatnya pada Kamis 17 April 2025.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus menjelaskan, tersangka master gigi muda berinisial MAES itu sedang menempuh pendidikan master ahli juga tinggal di indekos tersebut.

Ketika itu, master cabul tersebut mengaku mendengar bunyi cipratan air dari bilik mandi sebelah pada pada Selasa (15/4/2025) sekitar pukul 18.12 WIB.

"Korban dan pelaku tinggal hanya berdampingan kamarnya saja. Kemudian pelaku MAES usil dengan mengambil handphone dan memanjat bilik mandi korban dan melakukan rekaman dengan lama 8 detik," kata Muhammad Firdaus kepada wartawan, Senin 21 April 2025.

Korban berinisial SSS terkejut mengetahui tindakan tersangka. Terlebih saat kejadian, korban baru selesai mandi dan tetap mengenakan handuk. Kejadian itu pun langsung dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat.

UI pun angkat bicara dan telah membekukan status akademik dokter PPDS berinisial MAES itu. Direktur Humas Media Pemerintah dan Internasional UI, Prof Arie Afriansyah membenarkan bahwa status akademik MAES dibekukan buntut kasus cabul ialah merekam mahasiswi mandi.

UI sedang menunggu putusan norma tetap (inkrah) terhadap MAES dan bakal memutuskan status permanen mahasiswa tersebut.

Berikut sederet kebenaran mengenai kasus mahasiswa master ahli (PPDS) UI nan merekam mahasiswi sedang mandi dihimpun Tim News Liputan6.com:

Belum selesai kasus dugaan pemerkosaan oleh master residen PPDS anestesi di Unpad dan pelecehan oleh master kandungan di Garut. Seorang master PPDS di Universitas Indonesia ditangkap polisi. Dokter gigi berinisial MAES itu diduga nekat merekam seoran...

1. Kejadian Viral di Media Sosial

Kasus master PPDS merekam mahasiswi mandi ini viral di media sosial. Kabar itu salah satunya diunggah lewat akun IG @insta_kendal, dengan narasi peristiwa terjadi di salah satu indekos wilayah Jakarta Pusat.

Dalam postingan juga menyebut bahwa terlapor korban inisial SS melaporkan Dokter PPDS dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI) inisial MAES.

"Atas dugaan melakukan perekaman diam-diam terhadap seorang mahasiswi berinisial SS nan sedang mandi di tempat kos," tulis keterangan dalam akun tersebut.

Peristiwa terjadi saat SS sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL). Dia baru menyadari ketika memandang ada tangan memegang ponsel dari arah ventilasi. Sontak dia langsung berteriak.

"Setelah ponsel pelaku diperiksa, ditemukan rekaman visual SS sedang mandi. Korban nan sangat terguncang, meminta video tersebut dihapus dan segera melaporkan kejadian ini berbareng pihak kos ke polisi," tulisnya.

2. Rekam Mahasiswi Mandi, Dokter PPDS di Jakpus Ditetapkan Tersangka

Lagi-lagi oknum master nan sedang mengikuti program pendidikan master ahli (PPDS) tersandung kasus hukum. Kali ini, seorang master PPDS di Jakarta Pusat ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi lantaran diduga merekam seorang mahasiswi nan sedang mandi.

"Kami sudah melaksanakan gelar perkara, dan terhadap terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, seperti dikutip dari Antara, Jumat 18 April 2025.

Menurut Kapolres, tersangka berinisial UF merupakan seorang master nan sedang menempuh PPDS. Berdasarkan hasil gelar perkara, UF terbukti merekam korbannya nan merupakan seorang mahasiswi saat mandi di dalam indekos nan berada di Jakarta Pusat pada Selasa 15 April 2025 lalu.

Korban pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat.

Susatyo mengatakan bahwa dalam perkara itu, pihaknya telah memeriksa empat orang saksi dan seorang mahir pidana serta telah mengamankan tersangka berikut telepon genggam nan digunakan untuk merekam.

"Penyidik melakukan pemeriksaan empat orang saksi dan mahir pidana," kata Kapolres Jakpus.

Tersangka dinyatakan telah menuhi unsur melakukan pidana berasas Pasal 29 junto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 junto Pasal 9 UU RI No 44 tahun 2008 Tentang Pornografi.

Akibat perbuatannya, kata Kapolres, oknum master PPDS itu terancam pidana penjara paling lama 12 tahun.

3. Kronologi Dokter PPDS UI Rekam Mahasiswi Mandi

Kejadian bermulai pada Selasa, 15 April 2025, sekitar pukul 18.13 WIB, di sebuah kos di Gang Pancing, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Mahasiswi SS nan sedang mandi di bilik kosnya menyadari ada handphone nan merekam dirinya dari arah ventilasi bilik mandi nan berdampingan dengan bilik mandi pelaku.

"Tiba-tiba pada saat pelapor mandi menyadari ada nan berupaya merekam dengan menggunakan handphone. Atas kejadian ini pelapor merasa dirugikan dan trauma," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus kepada wartawan, Jumat 18 April 2025.

Setelah menyadari dirinya direkam, SS langsung berteriak dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kos. Ponsel pelaku kemudian diperiksa dan ditemukan rekaman video SS sedang mandi. Korban nan trauma pun langsung membikin laporan polisi berbareng pengelola indekos.

Setelah melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk mahir pidana, polisi akhirnya menetapkan MAES sebagai tersangka. Polisi juga telah menyita handphone pelaku sebagai peralatan bukti.

"Penyidik sudah gelar perkara penetapan tersangka," kata AKBP Muhammad Firdaus.

"Penyidik sudah melakukan penahanan terhadap tersangka," tambahnya, menjelaskan bahwa perihal ini dilakukan demi kepentingan penyidikan.

MAES dijerat dengan Pasal 29 junto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 junto Pasal 9 UU RI No 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman balasan nan dihadapi MAES cukup berat, ialah penjara maksimal 12 tahun. Kasus ini sekarang tetap dalam proses investigasi lebih lanjut.

4. Motif Dokter PPDS

Seorang master muda kembali tersandung kasus pelecehan seksual. Kali ini pelakunya master PPDS dari Universitas Indonesia (UI).

Dokter gigi muda berinisial MAES itu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah merekam mahasiswi mandi di indekosnya Jakarta Pusat.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus menjelaskan, tersangka nan sedang menempuh pendidikan master ahli juga tinggal di indekos tersebut.

Ketika itu, master cabul tersebut mengaku mendengar bunyi cipratan air dari bilik mandi sebelah pada pada Selasa 15 April 2025 sekitar pukul 18.12 WIB.

"Korban dan pelaku tinggal hanya berdampingan kamarnya saja. Kemudian pelaku MAES usil dengan mengambil handphone dan memanjat bilik mandi korban dan melakukan rekaman dengan lama 8 detik," kata Muhammad Firdaus kepada wartawan, Senin 21 April 2025.

Korban berinisial SSS terkejut mengetahui tindakan tersangka. Terlebih saat kejadian, korban baru selesai mandi dan tetap mengenakan handuk. Kejadian itu pun langsung dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat.

Dalam kasus ini, polisi bergerak sigap melakukan penyelidikan. Ponsel pelaku dan juga celana pendek nan digunakan oleh korban pun disita. Pelaku juga telah diamankan. Kepada polisi, pelaku telah mengakui perbuatannya.

"Terhadap motif pelaku, dengan usil lantaran mendengar korban sedang mandi. Hasil dari proses pemeriksaan terhadap pelaku, mengakui perbuatannya merekam korban nan sedang mandi. Dan pengakuan dari pelaku baru kali ini melakukan perbuatannya," ujar Firdaus.

5. Motif Terungkap, Rekam Mahasiswi Mandi untuk Koleksi Pribadi

Seorang master gigi berinisial MAES kepergok mengintip dan merekam mahasiswi nan sedang mandi. Dokter cabul itu pun ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Kepada polisi, MAES mengaku rekaman mahasiswi mandi itu untuk konsumsi pribadi.

"Terkait dengan video nan telah dibuat, itu keterangan pelaku hanya untuk konsumsi sendiri, tidak untuk dijual alias disebarkan ke orang lain," ucap Muhammad Firdaus.

Firdaus menerangkan, tindakan tidak terpuji master PPDS UI itu terjadi Rabu sore, 15 April 2025, di sebuah rumah kos Jakarta Pusat. Ketika itu MAES memanjat plafon dan mengintip korban lewat lubang angin alias ventilasi udara. Dengan modal handphone, pelaku kemudian mengabadikan korban dengan lama 8 detik.

"Terkait dengan gimana pelaku bisa merekam itu dengan langkah memanjat ke atas plafon bilik mandi, di situ terlihat ada lubang angin nan dari lubang angin itulah pelaku merekam dengan menggunakan handphone-nya nan berdurasi 8 detik," jelas Firdaus.

Korban pun menyadari tindakan nan dilakukan oleh master cabul itu dan kemudian berteriak. Teman-teman korban datang dan pelaku langsung ditangkap.

"Korban menyadari alias sadar kamera nan mana langsung melakukan, menghubungi temen-temennya dan langsung mengamankan pelaku dan membawa pelaku ke Polres Metro Jakarta Pusat, berikut juga peralatan buktinya," ujar Firdaus.

Di hadapan polisi, MAES menjelaskan motif perekaman dilakukan hanya usil semata.

"Hasil dari pemeriksaan terhadap pelaku, pelaku mengaku usil lantaran mendengar seseorang nan sedang mandi. Sehingga pelaku beriktikad untuk melakukan perekaman terhadap korban nan sedang mandi," ujar Firdaus.

6. UI Bekukan Status Akademik

Universitas Indonesia (UI) telah membekukan status akademik mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berinisial MAES, usai melakukan pelecehan seksual dan terjerat UU Pornografi pada Kamis 17 April 2025 lalu. Diketahui, master PPDS UI itu ditangkap usai merekam seorang mahasiswi saat mandi di indekos area Jakarta Pusat.

Direktur Humas Media Pemerintah dan Internasional UI, Prof Arie Afriansyah membenarkan bahwa status akademik MAES dibekukan buntut kasus cabul ialah merekam mahasiswi mandi. UI sedang menunggu putusan norma tetap (inkrah) terhadap MAES dan bakal memutuskan status permanen mahasiswa tersebut.

"Tentunya nan berkepentingan saat ini sudah dibekukan dulu aktivitas dan status akademiknya," ujarnya, Senin 21 April 2025.

UI telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) kampus. Satgas PPKS UI tidak dapat melakukan jemput bola sebelum adanya laporan resmi terhadap penanganan kasus tersebut.

"Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi, tahapan penanganan kekerasan nan diatur dalam Pasal 48 itu dilakukan dengan tahapan, satu pelaporan, dua tindak lanjut pelaporan, tiga pemeriksaan, empat penyusunan konklusi dan rekomendasi, dan lima tindak lanjut konklusi dan rekomendasi," ucap dia.

Selain itu, berasas pasal 28 Peraturan Menteri, Satgas PPKS UI mempunyai sejumlah tugas, pokok dan kegunaan (tupoksi). Adapun tugas tersebut membantu pemimpin perguruan tinggi menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi (PT).

Satgas PPKS UI juga melakukan sosialisasi mengenai kesetaraan kelamin kewenangan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi serta pencegahan dan penanganan kekerasan bagi penduduk kampus.

"Satgas PPKS UI menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan. Kemudian menindaklanjuti dan menangani temuan dugaan kekerasan," terang Arie.

Satgas PPKS UI melakukan koordinasi dengan unit kerja perguruan tinggi nan menangani jasa disabilitas andaikan laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan alias terlapor dengan disabilitas. Satgas PPKS UI memfasilitasi rujukan jasa kepada lembaga mengenai dalam pemberian pendampingan perlindungan dan alias pemulihan bagi korban dan saksi.

"Selanjutnya adalah memantau penyelenggaraan rekomendasi tindak lanjut hasil pemeriksaan dan delapan, menyampaikan laporan aktivitas pencegahan dan penanganan kekerasan kepada pemimpin perguruan tinggi paling sedikit satu kali dalam satu tahun," ucapnya.

Arie mengungkapkan, Satgas PPKS UI melakukan upaya pencegahan secara konkret, ialah menyusun beberapa program pencegahan nan pada dasarnya berkarakter edukasi preventif. Namun, penyelenggaraan di lapangan bakal menunggu proses persetujuan dari ketua UI.

"Satgas PPKS UI sudah menyusun beberapa program pencegahan nan pada dasarnya berkarakter edukasi preventif. Namun penyelenggaraan real tetap menunggu proses persetujuan dari ketua Universitas Indonesia," jelas Arie.

7. UI dan Kemendikti Saintek Tidak Mentolerir Aksi Dokter Cabul nan Rekam Mahasiswi Mandi

Universitas Indonesia mengambil tindakan tegas terhadap mantan mahasiswanya berinisial MAES usai melakukan pelecehan seksual dengan merekam seorang mahasiswi nan sedang mandi.

Rektor Universitas Indonesia, Heri Hermansyah membenarkan MAES telah mengundurkan diri dari Universitas Indonesia.

"Universitas Indonesia melakukan tindakan cepat, kudu Senin sudah mengundurkan diri mahasiswanya. Jadi sudah tidak menjadi siswa PPDS lagi. Senin kemarin sudah kita lakukan tindakan. Ya, kita berhentikan," ujar Heri usai meninjau penyelenggaraan Ujian Tulis Berbasis Komputer - Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025 di Kampus UI, Depok, Rabu 23 April 2025.

Heri menjelaskan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UI telah terbentuk kembali setelah sebelumnya personil PPKS UI banyak nan mengundurkan diri. Setelah dibentuk kembali, satgas tersebut telah bekerja dengan personil baru.

"Dua hari setelah saya jadi rekor, pansel PPKS UI berjumpa dengan rektor dan seminggu kemudian Satgas PPKS nan baru sudah di-SK-kan oleh rektor Universitas Indonesia," ucap Heri.

Heri menekankan, UI bakal mendukung keahlian Satgas PPKS UI untuk kembali bekerja dengan susunan personil baru nan telah diseleksi Pansel PPKS UI.

Disinggung soal keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin nan menyebut banyak master residen praktik tidak didampingi konsulen, Heri mengungkapkan PPDS di UI kelak bakal diselenggarakan di fakultas.

"Mengenai proses pendidikan untuk PPDS ini, kelak kita diselenggarakan di fakultas. Jadi kita ini mengenai dengan otonomi, kita berikan ke fakultas juga, kan program ini mengatur sepenuhnya gimana mereka menyelenggarakan PPDS ini," terang Heri.

Heri mengakui, program PPDS UI banyak dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di level universitas, pihaknya memberikan support izin agar prosesnya melangkah dengan lancar.

"Iya, lebih banyak di RSCM sih. Kita di level universitas memberikan support izin agar prosesnya melangkah dengan lancar. RSUI saat ini tetap lebih banyak di RSCM," ucap Heri.

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi, menegaskan tidak mentolerir perbuatan seperti nan dilakukan master PPDS UI, MAES. Menurutnya, sudah ada izin pencegahan tindakan kekerasan dan sebagainya.

"Ya jadi untuk konteks tindakan-tindakan seperti itu tentu saja kebijakan kita di Dikti Saintek zero tolerance. Jadi Pak Rektor sudah menyampaikan itu, kita tidak mentoleransi. Dan dalam konteks itu sebenarnya sudah ada juga izin pencegahan tindakan kekerasan dan sebagainya. Ini nantinya ada semacam unit di semua perguruan tinggi, kita minta itu ada," tutur Khairul.

Khairul menilai, adanya unit di semua perguruan tinggi dapat melakukan pengawasan secara umum. Kemendikti Saintek bakal bersinergi dengan Kemenkes guna memastikan program kenaikan ahli dapat menjadi lebih baik kedepannya.

Disinggung adanya perombakan kurikulum PPDS, Khairul mengatakan, perombakan nan dimaksud bukanlah perombakan total tetapi lebih pada pertimbangan menyeluruh mengenai dengan penyelenggaraan PPDS.

"Mungkin nan dimaksud bukan perombakan total, tapi kita melakukan pertimbangan menyeluruh mengenai dengan penyelenggaraan di PPDS ini. Dan beberapa perihal nan perlu kita sorong ke depan, salah satunya mengenai dengan pengawasan," kata Khairul.

Kemudian, Khairul juga menyebut mengenai sistem pembelajaran dan jam belajar.

"Dan ini kita melakukan pertimbangan berbareng dengan Kemenkes, sehingga kelak penyelenggaraan PPDS, baik di perguruan tinggi maupun rumah sakit itu bisa kita pastikan berjalan lebih baik," kata Khairul.

Kembali disinggung bakal hukuman terhadap master cabul MAES, Khairul menilai, Kemendikti Saintek sudah mempunyai Permendikristek mengenai dengan DPKPT pencegahan tindak kekerasan. Tidak hanya seksual, namun secara umum seperti tertuang di Permendikristek 55 tahun 2024, dan implementasinya melangkah sesuai aturan.

"Kita bakal implementasikan dengan lebih seksama dan menyeluruh. Untuk itu tadi pertanyaan nan sebenarnya relevan bahwa kita melakukan evaluasi, kemudian dengan perangkat izin itu kita pastikan pengawasan dan penyelenggaraan permendikristek itu bisa dijalankan dengan baik," ujar Khairul.

Selengkapnya